Rabu, 18 Februari 2009

komitmen tribroto ws

Komitmen Tribroto WS:
KI@T MENGHIDUPKAN THR SURABAYA

• perlu membuat ‘kampoeng seni’ thr surabaya
• perlu sinergi pengelola dan komunitas-komunitas kesenian se jatim
• pertunjukan seni tradisi (ludruk, srimulat, wayang, ketoprak) secara kontinyu


Mengkondisikan Taman Hiburan Rakyat (THR) Surabaya agar dapat hidup kembali perlu adanya kiat. dan terobosan yang mampu mendobrak kondisi yang ada. Kalau dicermati tata letak dan kondisi saat ini, maka pertama-tama yang perlu dibedah adalah brand image-nya. THR Surabaya yang konon sebagai Taman Hiburan Rakyat di era tahun 1960-an, tentu saja tidak sesuai lagi dengan situasi dan kondisi saat ini, tempat itu sudah tidak cocok lagi menjadi taman hiburan, tetapi akan lebih berhasil bila mengedepankan sebuah aktivitas seni dan budaya. Sedangkan kegiatan seni dan budaya itu sendiri juga mengandung unsur hiburan. Dan sangat kebetulan sekali bahwa Kota Surabaya sebagai kota metropolis belum mempunyai pusat kebudayaan, atau “kampoeng seni”, hal ini sangat penting karena pembangunan rohani, sikap, mental dan prilaku berbudaya melalui kesenian juga merupakan penyeimbang pembangunan pada sektor non-fisik yang patut menjadi catatan penting dalam pembangunan kota ini yang secara fisik sudah cukup berlimpah.
Secara simple, pemikiran terhadap upaya menghidupkan “kampoeng seni” THR Surabaya ini sangat tidak sulit, pertama-tama yang sangat penting adalah adanya komitmen dan keinginan untuk maju bersama antara pihak pengelola, dan komunitas kesenian, sebagai bagian dari kehidupan kota Surabaya. Kedua adalah adanya kegiatan pertunjukan yang bersifat regular, yaitu Ludruk, Wayang, Ketoprak, Srimulat, yang merupakan produk bersejarah yang menjadikan ciri pusat kesenian. Bila kegiatannya diselenggarakan sekali dalam satu minggu, maka dalam satu tahun ada 54 kegiatan pertunjukan seni tradisi yang disubsidi oleh Pemerintah Daerah. Akan lebih hebat apabila berbagai kegiatan kesenian lainnya seperti: sastra/geguritan, seni rupa/lukis, musik/karawitan, juga terfasilitasi meskipun diprogram secara insidentil, tetapi harus jelas capaiannya. Melalui ini semua akan mengkondisikan arek Surabaya untuk dapatnya berkreasi dan berapresiasi seni mengeksplorasi keindahan sebagai salah satu wujud pengalaman batin. Apabila kerangka dasar “kampoeng seni” samacam ini dapat berjalan, maka Kota Surabaya akan menjadi sangat hebat, jika tak boleh dikatakan sebagai ‘dahsyat’.
Sebenarnya potensi kesenimanan di Surabaya ini sangat luar biasa, sayang mereka selama ini tidak terfasilitasi, secara moral maupun finansial. Oleh karena itu apabila Surabaya dapat mewujudkan “kampoeng seni” sebagai salah satu tempat mangkalnya para warga Surabaya untuk berkesenian. Hal ini adalah hal yang patut diperjuangkan, disadari bersama, dan dipahami secara mendalam atas realita kebutuhannya. Memang tidak semuanya harus dituntut dengan target PAD. Sehingga tiket masuk lokasi juga bisa dibebaskan, sedangkan penggalangan PAD dari sewa stand/kios dan fasilitas gedung. Sedangkan penggunaan gedung itu pun, juga perlu keberanian untuk menggunakan sistem subsidi silang. Artinya, ada yang diberikan fasillitas secara penuh (gratis sewa gedung), ada kegiatan yang harus sewa.
Untuk penerapan strategi ini memang diperlukan wawasan budaya yang mengacu pada kepentingan pembangunan masyarakat berbudaya yang lebih ke depan. Prospek apa yang bisa diberikan kepada masyarakat ditengah-tengah pembangunan ekonomi yang terus menukik ini, tidak lain adalah sebuah harapan, cita-cita di sektor seni dan budaya yang mampu membuka peluang bagi masyarakat untuk dapat menikmati pembangunan keindahan.
Sejak Januari 2008, kerjasama dengan berbagai komunitas telah dijalin dan beberapa komunitas di antaranya telah mewujudkan action-nya, antara lain : komunitas musik indie “Surabaya Bergerak” oleh Nendi, komunitas musik indie “Trendy Bangsat” oleh Effendi, Latihan Bersama Musik Band “Lentera United”, Forum Sastra Bersama Surabaya oleh Aming Aminoedhin, komunitas dance-street, latihan tari oleh Si Wrahat Nala, latihan melukis oleh Sanggar Palem, latihan burung berkicau oleh Komunitas Suramadu, Komunitas oi (orang Indonesia), maupun komunitas musik perkusi.
Beberapa waktu yang lalu telah juga menyelenggarakan kegiatan pentas teater oleh Teater Gress dan komunitas teater dari Lamongan. Pada peringatan Hari Pahlawan tanggal 10 Nopember, komunitas Sawunggaling juga menyelenggarakan malam musik kepahlawanan.
Ke depan sudah ada yang mengajak kerjasama untuk menyelenggarakan event antara lain: oleh PASBI (Paguyuban Seni Budaya Indonesia), Log’in Production, Latihan musik perkusi oleh Suwandi dkk.
Wajah baru di tahun 2009 yang akan masuk lagi sedang dalam persiapan adalah kelompok tari Take d’Dance, Perguruan Pencaksilat “Perisai Diri”.
Nah.. kalau kita perhatikan perkembangan tersebut di atas, ini sudah menunjukkan adanya take and give antara Pemerintah dengan komunitas kesenian di Surabaya. Semoga saja untuk memfasilitasi seni pertunjukan seni tradisi pada tahun 2009, masih dapat kepedulian, sehingga mereka tetap dapat bisa bermain dengan disubsidi, pada setiap seminggu sekali. Karena pertunjukan seni tradisi ini memang sangat memerlukan perhatian khusus dalam upaya pelestarian dan pengembangannya. Karena sejak Januari 2008 tontonan tradisi tersebut rata-rata menyerap penonton minimal 100 orang, tidak benar bila ada pihak yang meng-issue-kan bahwa pertunjukan seni tradisi di THR hanya ditonton oleh tujuh orang. yaitu komunitas dari dalam THR sendiri. Padahal yang benar di antara penonton tersebut, mereka ada yang rumahnya di Mojokerto, Krian, dan Sidoarjo. Sementara itu para seniman juga kami harapkan mengadakan regenerasi, agar kelak tradisi kesenian mereka tetap dapat dipertahankan dan menjadi sumber inspirasi dalam proses kreatif.
Dengan demikian untuk mewujudkan THR Surabaya sebagai “kampoeng seni” yang mempunyai karakteristik tersendiri, memang memerlukan pendekatan budaya yang lebih konsisten, pemikiran yang positif dan upaya maksimal, terutama pendekatan nuansa ketradisian yang lebih kental. Sehingga dapat mewujudkan pusat-pusat kesenian di Surabaya yang bermacam ragamnya, di THR Surabaya lebih didominasi oleh nuansa ketradisiannya, di Balai Pemuda didominasi oleh nuansa kesenian showbiz, di Pantai Kenjeran didominasi oleh nuansa pantai, di kompleks masjid Ampel didominasi oleh nuansa religi Islami, di Taman Prestasi ada wisata perahu. Kalau pendekatan keragaman dan spesifikasi budaya seperti ini dapat terkondisi, maka hal itu, baru dapat dikatakan Surabaya memiliki kekayaan objek wisata yang beragam. Bukankah hal ini akan menjadi luar biasa. Dahsyat barangkali?
Untuk pintu masuk ke THR Surabaya yang selama ini dikeluhkan oleh pengunjung, sedang kami koordinasikan dengan pihak Hi-Tech Mall, dan sudah ada respon positif. Mudah-mudahan segera ada realisasi renovasi. Karena hal ini sangat penting, tidak hanya untuk THR Surabaya, tetapi termasuk kesan kenyamanan melewati lokasi Hi-Tech Mall Surabaya.
Sekali lagi ini komitmen saya guna menumbuhkembangkan THR Surabaya! Semoga ada respons positif dari Pemerintah, dan juga pihak-pihak sponsorship. Mari kita benahi THR Surabaya!

Surabaya, 29 Desember 2009
Narasumber,
Tribroto Ws, Kepala UPTD THR Surabaya
tri.brotows@gmail.com

Tidak ada komentar: