Selasa, 08 Desember 2009

MALSASA 2009

MENGGELAR MALSASA
MENGGAIRAHKAN SASTRA

Oleh: Aming Aminoedhin

Ada asumsi masyarakat sastra yang tidak begitu pasti, bahwa kegiatan sastra di Surabaya dan Jawa Timur, pada tahun ini, 2009, agak lesu darah. Benarkah?

Kalau saja mau mencatat, dan agak membenarkan asumsi ini, bahwa kegiatan yang mengusung salah satunya pentas sastra, yaitu Festival Seni Surabaya (FSS) dan Festival Cak Durasim (FCD) tahun 2009 ini memang tidak tidak diselenggarakan. Kegiatan sastra Dewan Kesenian Surabaya, juga tidak tampak signifikan kegiatannya, pada tahun ini. Bila mau mencatat barangkali ada kegiatan yang digarap Hanif Nasrullah, bertajuk ‘Terminal sastra’ beberapa waktu lalu. Lantas, ada juga kegiatan lomba baca puisi yang kan diselenggarakan pada pertengahan Desember 2009 ini.
Fakultas sastra Universitas Airlangga, yang biasanya mengadakan kegiatan Hari Sastra pada bulan April, tahun ini juga tidak ada gaungnya. Padahal, beberapa tahun lalu, Adi Setijowati (dosen Sastra Unair) pernah menggerakkan aktivitas peringatan Hari sastra begitu bergaung, dan punya nilai menggairahkan sastra Surabaya dan Jawa Timur.
Jika mau mencatat adanya kegiatan sastra tahun ini adalah, Festival Tantular, diselenggarakan Museum Mpu Tantular yang masih mengikutkan bidang sastra bergabung tampil pada festivalnya. Ada sepuluh nama penyair dan penggurit Jawa Timur tampil dalam kegiatan pentas sastra ini. Mereka itu: AF Tuasikal, Aming Aminoedhin, Tengsoe Tjahjono, Bonari Nabonenar, Widodo Basuki, Zainal Abidin, R. Giryadi, Budi Palopo, Herry Lamongan, dan W. Haryanto. Malam sastra Tantular yang digelarpentaskan 20 November 2009 malam lalu itu, menerbitkan kumpulan puisi dan gurit ‘Candhi’.
Sementara Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur, menerbitkan antologi puisi ‘Manifesto Illusionisnme” dengan pemrakarsa R. Giryadi, malah bisa membuat ‘Temu Sastra Jatim’ di kantornya Jalan Menanggal, Surabaya. Meski, kegiatan ini mengetengahkan pembicara Beni Setia dan Tjahjono Widijanto, serta menampilkan beberapa penyair Surabaya dan Jatim sebanyak 15 orang; namun gaungnya tidak begitu kentara di mata masyarakat sastra.
Sedangkan komite sastranya Dewan Kesenian Jawa Timur, pada tahun 2009 ini, tidak tampak berbuat apa-apa. Tidak ada kegiatannya yang tampak mengemuka. Janji akan menerbitkan kumpulan puisi pada tahun ini pun tidak terealisir, hingga akhir tahun 2009.
Apabila mau mencatat kegiatan sastra lainnya, tahun ini, barangkali perlu diacungi jempol Pamarsudi Sastra Jawi Bojonegoro (PSJB), yang diprakasai J.F.X. Hoery dengan mengadakan “Kemah Budaya Sastra Jawa” yang banyak melibatkan pengarang sastra Jawa Timur, dan luar Jawa Timur. Lantas ada kegiatan ‘Lamongan Art’ yang diprakarsai anak-anak Dewan Kesenian Lamongan (DKL) dengan motornya Herry Lamongan, menerbitkan kumpulan puisi penyair Jawa Timur, antara lain: Kusprihyanto namma, Tengsoe Tjahjono, Mashuri, Indra Tjahjadi, Aming Aminoedhin, dan W. Haryanto dalam antologi sajak bertajuk ‘Kidung Tanjung.’ Acara digelar pada akhir Oktober dan awal November 2009 lalu di Lamongan.
Barangkali fakta kegiatan yang masih ada di atas akan menjawab adanya asumsi di atas, bahwa sastra Jawa Timur, tidak lesu darah. Hanya gaungnya saja yang kurang bergairah. Nah... berangkat dari persoalan inilah, saya mencoba kembali menggelarpentaskan “Malsasa 2009” atau malam sastra Surabaya, betapa pun pahitnya. Karena kegiatan sastra yang didanai sendiri, hampir semua orang tahu pasti, adalah sebuah kegiatan yang merupakan projek merugi. Kegiatan ini pun, sekaligus untuk menjawab atas tidak adanya kedua festival yang sudah cukup dikenal masyarakat Surabaya dan Jawa Timur pada umumnya. Setidaknya aktivitas Gelar Pentas Malsasa 2009 yang akan dijadwalkan 17 Desember 2009 di Taman Budaya ( moga-moga tidak meleset), akan membuat sedikit angin segar yang akan mewarnai peta pentas sastra Surabaya dan Jawa Timur.

Malsasa dan Perempuan

Berbicara soal Malsasa adalah singkatan dari Malam Sastra Surabaya, yang telah beberapa kali saya gelarpentaskan, diawali sejak menerbitkan kumpulan puisi “Surabaya Kotaku” . Nama-nama yang ikut kumpulan itu, antara lain: Aming Aminoedhin, Ang Tek Khun, Viddy Alymahfoedh Daery, Roesdi-Zaki, Jil P. Kalaran, Pudwianto, dan Herry Lamongan; terjadi pada tahun 1989.
Kemudian acara Malam Sastra Surabaya (Malsasa) terus bergulir, digelar tidak secara berurutan atau kontinyu penyelenlenggaraannya, sebab melompat-lompat angka tahun kegiatannya. Ini lantaran terbatasnya dana, yang notabene harus urunan atau patungan dana sesama penyair dan penggurit. Setelah Menerbitkan “Surabaya Kotaku” lantas pada tahun menerbitkan kumpulan bertajuk “Malsasa 1991”, “Malsasan ‘92”, “Malsasa ‘94”, “Malsasa 96”, “Malsasa 2000”, “Malsasa 2005, “ dan terakhir “Surabaya 714” Malsasa 2007. Dan untuk “Malsasa 2009” ini adalah kegiatan gelar pentasnya yang kesembilan kali, lengkap dengan buku kumpulan puisi dan guritannya. Angka sembilan memang angka terbesar dibanding angka-angka sebelumnya. Tapi adakah pentasnya Malsasa 2009 ini akan yang terbesar? Wallahu alam bisawab!
Merunut sejarahnya, Malsasa adalah kumpulan para penyair yang juga ingin merayakan ulang tahun kota Surabaya dengan versinya sendiri. Mereka menulis puisi dan membacakannya. Belakangan, Malsasa tidak hanya penyair yang berkiprah tampil, tapi juga para penggurit yang menulis puisi dalam bahasa Jawa. Mereka bergabung jadi satu, dan tampil bareng-bareng dalam pesta bernama Malsasa.
Pada awalnya memang hanya puisi-puisi yang bertemakan tentang kota Surabaya yang dimuatbacakan pada acara ini, tapi belakangan telah berganti dan beragam tema dimasukkan dalam kumpulan Malsasa. Seperti juga kita maklumi bersama, agak susah memang penyair disuruh menulis yang mereka sedang tidak mood menuliskannya. Maka terjadilah Malsasa memuat beragam tema, dari soal: cinta, lingkungan hidup, manusia, dunia salah kaprah, sejarah, daun, bulan, gonjang-ganjing politik, mentari, dan gunung, bahkan juga bicara soal kata dengan segala keampuhan daya ungkapnya.
Tapi itu semua adalah keampuhan Malsasa, bisa melibatkan banyak kawan untuk bersama-sama patungan dana, dan tampil pentas sastra. Saya selalu bilang, mari infaq sastra, dengan patungan menggelar Malsasa. Memberi sesuatu bagi masyarakat yang membutuhkannya, apalah salahnya?
Yang pasti harus dicatat bahwa Malsasa, pernah melibatkan sekian banyak yang pernah ikut dan gabung dalam pentsnya, mereka itu antara lain: AF Tuasikal, L. Machali, Mashuri, HU Mardiluhung, Tan Tjin Siong, Tubagus Hidayathullah, Surasono Rashar, Sigit Hardadi, Saiful Hadjar, Arief B. Prasetyo, M. Shoim Anwar, Leres Budi Santosa, Jil Kalaran, Roesdi-Zaki, Redi Panuju, Hardjono WS, Akhudiat, Tengsoe Tjahjono, Robin Al-Kautsar, Mh. Zaelani Tammaka, W. Haryanto, S. Yoga, dan beberapa perempuan adalah Sirikit Syah, Adi Setijowati, Ida Nurul Chasanah, Debora Indrisoewari, Puput Amiranti, dan Zoya Herawati.
Dari perjalanan panjang Malsasa dari masa ke masa, penyair berjenis kelamin perempuan, memang tidak sebanyak kaum lelakinya. Bahkan tahun hanya satu nama: Puput Amiranti dari Blitar. Ada apa? Sebuah tanya yang barangkali kaum perempuan yang akan bisa menjawabnya.

Gelar Pentas Malsasa 2009

Pada gelar pentas Malsasa 2009, akan dijadwalkan melibatkan 26 penulis sastra (pernyair dan penggurit) yang akan tampil (Insya Allah 17 Desember 2009, di Taman Budaya Jatim), jika tidak ada perubahan jadwalnya. Nama-nama yang akan tampil adalah: AF Tuasikal, Akhudiat, Anas Yusuf, Aming Aminoedhin, Bagus Putu Parto, Bambang Kempling, Bonari Nabonenar, Budi Palopo, Beni Setia, Fahmi Faqih, Hardho Sayoko SPB, Herry Lamongan, J.F.X. Hoery, Kusprihyanto Namma, Tan Tjin Siong, Tengsoe Tjahjono, Rusdi Zaki, Ribut Wijoto, R. Giryadi, Sabrot D. Malioboro, Samsudin Adlawi, Suharmono Kasijun, Pringgo HR, Puput Amiranti, W. Haryanto, dan Widodo Basuki.
Buku kumpulan puisi dan guritan Jawa Timur bertajuk Malsasa 2009 ini, diterbitkan oleh Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS) kerja sama dengan Taman Budaya Jawa Timur (TBJT), dan Dewan Kesenian Surabaya (DKS). Buku kumpulannya memuat 77 puisi, yang terdiri dari 65 puisi berhasa Indonesia, dan 12 guritan. Naskah guritan ditulis oleh: Bonari Nabonenar sebanyak 3 judul guritan, Widodo Basuki 3 judul guritan, Suharmono Kasijun 2 judul guritan, Herry Lamongan 3 judul puisi, dan Budi Palopo 1 judul guritan bertajuk Gurit Manohara.
Gelaran pentas Malsasa 2009 ini, mengusung 26 penulis sastra yang terdiri dari 11 kota, yaitu: Surabaya (4 penulis), Mojokerto (2 penulis), Madiun (2 penulis), Blitar (3 penulis), Lamongan (3 penulis), Gresik, Banyuwangi, dan Bojonegoro (masing-masing 1 penulis), Malang dan Ngawi (masing-masing 2 penulis), dan Sidoarjo (5 penulis). Dalam buku Malsasa 2009, ada 3 penulis, yang profesi juga merangkap sebagai dosen, mereka itu: Rusdi Zaki, Tengsoe Tjahjono, dan Suharmono Kasijun. Lantas ada juga 6 orang guru, yaitu: Herry Lamongan, Bambang Kempling, Pringgo HR, Kusprihyanto Namma, Puput Amiranti, dan Anas Yusuf. Sementara yang tampil sebagai penggurit ada 5 orang, yaitu: Bonari Nabonenar, Budi palopo, Herry Lamongan, Suharmono Kasijun, dan Widodo Basuki., sedangkan selebihnya mengaku sebagai penyair.
Sekali lagi, bahwa gelar pentas Malsasa 2009 ini adalah untuk menumbuhkan kembali kegiatan sastra Surabaya dan Jawa Timur pada umumnya, dengan harapan bisa menggairahkan sastra di kalangan pelajar dan mahasiswa.
Benarkan pentas Malsasa kesembilan akan sebesar angkanya? Mari kita saksikan pentasnya!

Desaku Canggu, Awal Desember 2009

Kamis, 12 November 2009

SEMINAR SASTRA BOJONEGORO

seminar sehari
PENGAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
di BOJONEGORO

Hari Sabtu, 7 November 2009, bertempat di Aula SMAN 3 Bojonegoro, telah diselenggarakan seminar sehari Bahasa dan Sastra Indonesia. Dua narasumber tampil adalah Aming Aminoedhin (penyair), dan Tjahjono Widarmanto (guru yang penyair).
Hadir dan ikut tampil baca puisi, Bupati Bojonegoro, pada kesempatan yang sangat langka tersebut. Bupati masih peduli akan seni, terkhusus sastra puisi. Ini sungguh sanggat membanggakan bagi masyarakat Bojonegoro. Bupati mau peduli!
Seminar diikuti sekitar 85-an peserta, yang terdiri dari guru SD, SMP, dan SMA, serta mahasiswa se-Bojonegoro.
Dalam diskusi seminar, tampak para peserta sangat antusias bertanya persoalan sastra Indonesia. Di tengah acara ceramah, dua pembicara menyempatkan baca puisi. Bahkan Aming sempat pula baca guritan, puisi berbahasa Jawa.
Selain ceramah, pada kesempatan itu juga disampaikan hadiah para pemenang lomba tulis esai dan baca cerpen bagi siswa. Sebuah tradisi yang cukup baik, jika kegiatan lomba bagi siswa itu terus diselenggarakan setiap tahun.
Ketua seminar dan sekaligus ketua MGMP Bahasa Indonesia Bojonegoro, Abdul Jalil (Gus Jalil) berjanji akan mengadakan kegiatan ini setiap tahunnya. Ini semua, tandasnya, dalam rangka Bulan Bahasa dan Hari Sumpah Pemuda. Bravo MGMP Bahasa Indonesia Bojonegoro. (mat)***

Minggu, 18 Oktober 2009

temu sastra jatim 2009

TEMU SASTRA JATIM
BERSAMA 15 PENYAIR TAMPIL


Beberapa hari lalu, tepatnya 13-14 Oktober 2009 telah diselenggarakan "Temu Sastra Jatim" dengan mengetengahkan 15 penyair tampil di depan publik sastra Jatim. Acara yang dihadiri sekitar 50 sastrawan muda dan pemerhati sastra Jatim, dibuka oleh Bagus Purnomo, Kepala Bidang Seni dan Perfilman, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur.
Dalam sambutannya, bahwa kegiatan yang diprakarsai R. Girayadi dan Arif Rofiq ini, adalah kegiatan yang keempat kalinya. Sebelumnya diselenggarakan di Taman Budaya Jatim.
Beberapa nama yang ikut serta pada acara ini: Tengsoe Tjahjono, Tjahjono Widarmanto, Aming Aminoedhin, W. Haryanto, S. Yoga, AF Tuasikal, dan banyak lagi. Tampil sebagai pembicara: Beni Setia dan Tjahjono Widijanto, yang membahas pertumbuhan serta perkembangan sastra di Jawa Timur.
R. Giryadi sebagai pemrakarsa kegiatan ini, dalam menutup acara ini mengatakan bahwa kegiatan tahun yang akan datang akan diformat lain. Ada pemilihan buku sastra terbaik bagi penyair. Untuk itulah, katanya menandaskan, penyair perlu berlomba membuat buku kumpulan puisi. Begitu pula para cerpenisnya.(mat)**

Senin, 14 September 2009

MENGEJAR PRESTASI


MENGEJAR PRESTASI
aming aminoedhin

Langkah-langkah melaju maju
Lari seribu mengejar mimpimu
Berdetak langkah melompat harap
Berderap lari meraih tercepat

Pekan Olahraga Jawa Timur
Wadah bersahabat, ajang saling berjabat
Akui keunggulan lawan tanpa menggerutu
Akui kekalahan jika lawan lebih bermutu
Men sana in corpore sano
Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa nan kuat

Pekan Olahraga Jawa Timur
Ajang gelorakan olahraga bagi masyarakat
Ajang gelorakan masyarakat berolahraga

Pekan Olahraga Jawa Timur
Ajang saling tantang di gelanggang
Bersama suara-suara genderang berdentang
Bersama kibar bendera warna-warni melayang-layang
Siapa unggul pasti jadi bintang
Siapa juara pasti jadi pemenang

Pekan Olahraga Jawa Timur
Ajang mengukir prestasi daerahnya sendiri
Ajang mengukur sportivitas dengan kualitas
Ajang mengakar persahabatan antar-sesama
Ajang mempersatukan masyarakat kita
Masyarakat Jawa Timur nan makmur ini

Langkah-langkah melaju maju
Lari seribu mengejar mimpimu
Berdetak langkah melompat harap
Berderap lari meraih tercepat
Menjemput prestasimu!

Mari kita lari mengejar mimpi!
Mari kita lari mengejar prestasi!

Mojokerto, 7/9/2009


Catatan:
Puisi telah dibacakan pada Pembukaan PORPROV Jatim II di GOR Ken Arok, Malang tanggal 5 Oktober 2009. Dimainkan dalam bentuk "Teaterikalisasi Puisi" yang didukung 47 siswa penarinya Yogi, 5 pembaca puisi, dan 10 pemusiknya Pambuko. Tampilan mereka mendapat applause hadirin yang memadati GOR Ken Arok, malam itu. Acara ini juga tayag on-air via JTV-Rek dan TRVI Surabaya.
Kegiatan ini berleading sektor Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur.(mat)>***

Rabu, 19 Agustus 2009

SURABAYA AJARI AKU

aming aminoedhin
SURABAYA AJARI AKU TENTANG BENAR

Surabaya, ajari aku bicara apa adanya
Tanpa harus pandai menjilat apa lagi berlaku bejat
Menebar maksiat dengan topeng-topeng lampu gemerlap
Ajari aku tidak angkuh
Apa lagi memaksa kehendak bersikukuh
Hanya lantaran sebentuk kursi yang kian lama kian rapuh

Surabaya, ajari aku bicara apa adanya
jangan ajari aku gampang lupa gampang berdusta
jangan pula ajari aku dan warga kota, naik meja
seperti orang-orang dewan di Jakarta

Surabaya, ajari aku jadi wakil rakyat
lebih banyak menimang dan menimbang hati nurani
membuat kata putus benar-benar manusiawi
menjalankan program dengan kendaraan nurani hati
Surabaya ajari aku. Ajari aku
Ajari aku jadi wakil rakyat dan pejabat
tanpa harus berebut, apa lagi saling sikut
yang berujung rakyat kian melarat kian kesrakat
menatap hidup kian jumpalitan di ujung abad
tanpa ada ujung. tanpa ada juntrung

Surabaya memang boleh berdandan
bila malam lampu-lampu iklan warna-warni
siang, jalanan tertib kendaraan berpolusi
senja meremang, mentarinya seindah pagi
di antara gedung tua dan Tugu Pahlawan kita

Surabaya ajari aku. Ajari aku bicara apa adanya
sebab suara rakyat adalah suara Tuhan
kau harus kian sadar bahwa berkata harus benar
dan suara rakyat adalah suara kebenaran
tak terbantahkan. Tak terbantahkan!

Surabaya ajari aku tentang benar. Tentang benar!

Surabaya, 21 November 2005

Selasa, 28 Juli 2009

GURITAN TERBARUKU

aming aminoedhin
SWARGA ORA BISA DITUKU

dina-dina sing mlaku kaya-kaya mburu awakmu
ana polah kang salah kaprah tanpa arah
dina-dina mburi iki kaya langit werna peteng
ireng njanges kaya langese senthir
peteng ndhedhet ana telenge atimu
ati-ati nek kena lara kenthir

ana panah kang wus kok uculake
saka gandewane, mlayu tanpa arah
apa bisa kabeneran iku kok bengkokake

urip mono mung sakderma mampir ngombe
ora susah gawe laraning liyan, apa maneh
rumangsa menang dhewe

dina-dina mlaku katon mlayu nguber awakmu
ana jam kaya ora mlaku. atimu kaya beku
ora ana swarga kang bisa dibayar karo dhuwitmu
swarga mono ora bisa dituku

Siwalanpanji, 28/7/2009

Minggu, 21 Juni 2009

aming ramaikan Haul Bung Karno.

AMING AMINOEDHIN IKUT HAUL BK-39

Hari sabtu lalu, 19 Juni 2009 lalu. Bertempat di amphitheatre kompleks makam Bung Karno, Blitar; telah diselenggarakan kegiatan "Haul Bung Karno ke-39". Beberapa seniman dan pejabat, serta rakyat berbaur jadi satu memperingati haul tersebut.
Komunitas tari, teater, seniman, penyair, dan pejabat Bupati dan Walikota, tumpleg- bleg ada di sana. Mereka menyanyikan lagu, menari, musikalisasi puisi, membaca puisi.
Ada Bupati Blitar baca puisi, ada Walikota Blitar baca puisi, dan ada juga penyair yang tampil baca puisi.
Ketua, panitia Haul BK-39,Bagus Putu Parto, dalam sambutannya antara lain mengatakan, "Bahwa acara ini diselenggarakan setahun sekali, dan tahun ini bintang tamunya, adalah aming aminoedhin, yang presiden penyair Jatim itu."
Bintang tamu, Aming Aminoedhin, presiden penyair Jawa Timur, saat itu bacakan puisinya berjudul "Membaca Indonesia Saat Ini" dan "Surabaya Ajari Aku Tentang Benar". Aming membaca bersama itrinya Bagus, Endang Setyayukti.
Haul Bung Karno hari pertama malam itu, dipadati oleh seniman dan masyarakat Blitar
Acara yang bertajuk "Haul Bung Karno ke-39" ini, pada hari keduanya juga ada pembacaan doa-doa bagi sang proklamator. (amg)***

Rabu, 17 Juni 2009

PUISI KABUT

aming aminoedhin
MENGHALANG PANDANG
tentang mimpi siang

menghalang pandang matamu
adalah kabut cuaca buatan manusia
ada sejuta kabut dibuat, tapi tak satu
dapat membuat berjuta lawan takut
apa lagi hanyut

menghalang pandang matamu
adalah kabut cuaca buatan manusia
gelap rusuh kelam mewarna, hitam
bagai sekawanan gagak terbang
menutup seluruh angkasa

menghalang pandang matamu
kabut cuaca buatan manusia
adalah jawab akan mimpi siang
yang mengiang-ngiang
pagi dan petang

menghalang pandang matamu
kabut cuaca buatan manusia
akan segera sirna
ditebas sejuta pedang
sabar, kau tanam di hatimu

Siwalanpanji, 23/4/2009

Minggu, 07 Juni 2009

PENTAS MAESTRO TEATER PERSADA NGAWI

Sang Maestro Teater Persada Ngawi, Mh. Iskan, akan pentas monolog lagi, tepatnya Sabtu, 13 Juni 2009 bertempatnya di Aula Kantor Depag Kabupaten Ngawi, Jalan Kartini. Judul yang akan dimainkan adalah "Tonggak" ditulis, dimainkan, dan disutradarai sendiri oleh aktor gaek ini.
Mh. Iskan berusia 67 tahun, pernah menyandang sutradara terbaik Lomba Drama se-Jawa Timur tahun 1978 dan 1983. Dia tidak hanya berteater saja, tapi juga melukis, menari, dan menulis puisi.
Semaestro Mh. Iskan yang tua saja mau tetap bermain, yang muda kok gak pernah tampil? Ini merupakan pentas tantangan (menantang) para kawula muda yang sok berteater dan suka teater! Tapi ternyata tak pernah pentas! Sayang disayang!

Ayo kita tonton acara ini! Agar kita juga dapat banyak inspirasi!(aa)

Selasa, 19 Mei 2009

jamaah facebook

JAMAAH FACEBOOK
karya: aming aminoedhin

dunia maya memang punya daya pikat luar biasa
hari-hari berlayar tanpa rasa lelah tanpa rasa gelisah
mengawang di angkasa maya terasa betah
hidup seperti memegang dunia di tangan kita

lihatlah maya facebook, beribu jamaah
berbincang seperti tanpa jarak dan waktu
bicara tentang apa saja tanpa ragu, mengurai
tentang para caleg, kampanye program hingga mulut berbusa
tentang para capres, saling kritik berbuah intrik tanpa makna
(bahkan mungkin terasa tawar bagi rakyat jelata)
tentang harga sembako kian melambung harga
tentang harga BBM naik-turun jadi guyonan dunia maya
guyonan di layar kaca ajaib depan mata kita, bahkan
ada juga yang bilang bagai yoyo, permaian anak-anak kita

berjamaah di ranah dunia maya facebook
barangkali kita akan baca beribu orang berembug
bisa tentang cinta, mimpi, dan mungkin angan fatamorgana
bisa tentang kawan lama sirna, kini bisa tersua
(bahkan mungkin kawan lama telah di seberang benua)
muncul tiba-tiba. hidup sepeti terjaga, facebook
memang luar biasa!

berjamaah di ranah dunia maya facebook
tanpa ada imam ataupun makmum, semua jadi imam
semua jadi makmum. tanpa komandan tanpa prajurit
hidup bersama tanpa merasa terhimpit
boleh bicara apa saja asal pakai norma

berlayar di dunia maya facebook
layar kaca ajaib itu seperti gubuk
tempat istirah kita menepis rasa lelah
setelah seharian didera kerja menyejuta jumlah

dunia maya memang punya daya pikat luar biasa!

Desaku Canggu , 25/3/2009

Selasa, 14 April 2009

SASTRA JATIM BUAT SASTRA JAWA

KONTRIBUSI KOMUNITAS SASTRA JATIM TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA JAWA
Oleh: M. Amir Tohar*


Melihat perkembangan dan kenyataan di lapangan, bahwa sebagian masyarakat yang berdomisili di Jawa Timur, sebagian besar adalah masyarakat suku Jawa; dan sebagian besar pula atau hampir 75% masyarakat Jawa Timur menggunakan media bahasa pergaulan (lingua-franca), bahasa Jawa.
Berangkat dari kenyataan di lapangan seperti inilah yang kemudian muncul beberapa komunitas sastra Jawa yang tetap bertahan demi eksistensi atau keberadaannya. Meski dalam perjalanan komunitas mengalami banyak kendala yang tak kurang beratnya dalam menjalankan roda komunitas/paguyuban, mereka berupaya sekuat tenaga agar keberadaan komunitas/paguyuban sastra Jawa ini tetap berjalan.
Pada tahun 1990, seorang Suparto Brata, sudah mempertanyakan kebangkitan sastra Jawa (baca: Makalah Sarasehan Sastra Jawa Mempertanyakan Kebangkitan di PPIA, 11 Februari 1990), tapi ternyata sastra tidak pernah bangkit.
Beberapa komunitas/paguyuban sastra Indonesia maupun Jawa memang terus tetap berjalan dan eksis di tengah era globalisasi ini antara lain: PPSJS (Paguyuban Pengarang Sastra Jawa Surabaya), PSJB (Pamarsudi Sastra Jawi Bojonegoro), Sanggar Sastra Jawa Triwida (Tulungagung, Blitar dan Trenggalek), Sanggar Parikuning, serta beberapa komunitas sastra lain seperti Forasamo (Forum Apresiasi Sastra Mojokerto), Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan), Komunitas Sastra Teater Persada Ngawi. Komunitas-komunitas tersebut cukup memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan bahasa dan sastra Jawa. Di samping itu, ada lembaga pemerintah yang tetap memberikan kontribusi positif bagi pengarang sastra Jawa, seperti Balai Bahasa Surabaya yang berlokasi di Sidoarjo, Taman Budaya Jawa Timur di Surabaya, dan Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa di FBS – Universitas Negeri Surabaya (Unesa).


Pengarang Sastra, Lahan, dan Komunitas

Jawa Timur memiliki pengarang sastra Indonesia dan Jawa modern yang cukup banyak jumlahnya, dan mereka tersebar di berbagai daerah di wilayah Jawa Timur. Para pengarang sastra Indonesia mempunyai banyak lahan untuk memuat karya-karya mereka, baik koran dan majalah lokal maupun ibu kota. Nama mereka cukup dikenal di kalangan sastrawan Jatim dan Nasional. Bagi pengarang sastra Jawa tulisannya terwadahi dua majalah berbahasa Jawa yang terbit di Surabaya, yaitu Panjebar Semangat dan Jaya Baya. Majalah berbahasa Jawa tertua yaitu majalah Panjebar Semangat, yang lahir sejak (1933), lantas disusul Jaya Baya (1945), dan akhir-akhir ini ada majalah Damar Jati (Jakarta), Sempulur dan Djaka Lodang (Yogyakarta), dan majalah Bende (Surabaya) yang juga memuat guritan.
Nama-nama komunitas sastra di Jawa Timur cukup banyak jumlahnya, baik yang hanya terbatas pengarang sastra Jawa, seperti: Pamarsudi Sastra Jawi Bojonegoro (PSJB) yang didirikan pada tanggal 16 Juli 1982, Paguyuban Pengarang Sastra Jawa Surabaya (PPSJS). Paguyuban Pengarang Sastra Jawa Surabaya didirikan pada tanggal 31 Juli 1977, komunitas sastra Jawa bernama Sanggar Triwida, yang mencakup tiga wilayah daerah, yakni Tulungagung, Trenggalek, dan Blitar. Berdiri sejak tanggal 18 Mei 1980. Kemudian ada sanggar sastra, Sanggar Parikuning di Sempu, Banyuwangi, didirikan oleh pengarang terkenal Esmiet pada tahun 1974.
Sementara itu komunitas, sastra Indonesia yang hingga kini masih aktif antara lain: Komunitas Sastra Teater Persada Ngawi, yang berdiri sejak Juni 1978, Forasamo (Forum Apresiasi Sastra Mojokerto), berdiri tahun 1999; Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan), didirikan sejak November 1999, lantas komunitas Teater Gapus Unair Surabaya, berdiri sejak 1994; dan Bengkel Muda Surabaya(BMS). Nama komunitas terakhir tak terlacak kapan berdirinya.
Nama-nama pengarang sastra Jawa dari komunitas PSJB ada: JFX Hoery, Djajus Pete, Yes Esmie, dan Yusuf Susilo Harto; dari komunitas PPSJS ada empunya Suparto Brata, Suharmono Kasijun, Keliek Eswe, Bonari Nabonenar, Trinil, Budi Palopo, Ismoe Riyanto, Debora Indri Soewari, R. Goryadi, Sugeng Adipitoyo, dan Aming Aminoedhin; dari Sanggar Triwida, ada Sunarko ‘Sodrun’ Budiman, Yudhet, Sita T. Sita, Wahyudi; Teater Persada Ngawi, ada MH. Iskan, Maria Sujono, Soekardji Widjaja, Hardho Sayoko SPB. Sementara itu komunitas Forasamo, ada nama Iesmaniasita, Suyitno Ethexs, dan Ira Suyitno; dari Teater Gapus, ada Mashuri dan W. Haryanto, sedangkan dari komunitas BMS, ada Leres Budi Santosa dan Widodo Basuki.
Para nama pengarang dan komunitas sastra tersebut di atas tidak hanya menerbitkan buku-buku sastra Indonesia dan Jawa, tapi juga mengadakan beberapa pelatihan, lomba-lomba penulisan/baca guritan, dan penyuluhan sastra Jawa. Sebut saja PSJB pernah mengadakan pertemuan sastrawan Jawa dan seminar sastra Jawa. PPSJS mengadakan lomba baca guritan bagi siswa dan umum, seminar dan sarasehan. Lantas Sanggar Triwida, seminar, temu sastrawan, dan lomba nulis cerkak dan banyak lagi.
Semua itu dengan harapan agar dapat menumbuhkembangkan bahasa dan sastra Jawa di bumi Jawa, dan tidak menjadi punah, lantaran orang Jawa sendiri tak mau nguri-uri. Kegiatan itu antara lain dengan mengadakan berbagai kegiatan kebahasaan dan kesastraaan Jawa, seperti yang telah dikemukakan di atas. Mereka secara sengaja telah memberikan kontribusi positif akan perkembangan bahasa dan sastra Jawa.

Kontribusi Positif
Dari paparan di atas jelas, bahwa beberapa komunitas sastra tersebut cukup memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan bahasa dan sastra Jawa di Jawa Timur. Baik secara komunitas/paguyuban maupun secara perseorangan. Karena dari beberapa komunitas sastra semacam Forasamo, Kostela, dan Persada; para anggotanya tetap menulis sastra Jawa, di samping tetap menulis sastra Indonesia.
Sementara itu, lembaga yang tetap komitmen ikut melestarikan bahasa dan sastra Jawa adalah Balai Bahasa Surabaya di Sidoarjo, yang beberapa kali mengadakan penyuluhan “Bengkel Sastra Jawa”, lomba penulisan guritan, kerja sama dengan sanggar-sanggar sastra Jawa, dan lomba baca huruf Jawa; serta Taman Budaya Jawa Timur di Surabaya, yang selalu memberikan pelayanan bagi tumbuhkembangnya sastra Jawa. Seperti misalnya, memberikan sarana tempat penyelenggaraan Lomba Baca Geguritan PPSJS, Bengkel Sastra Jawa, sekretariat PPSJS, dan sekretariat Javanologi.
Lembaga lain adalah Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, yang tetap mencetak para guru Bahasa Jawa.
Tiga lembaga pemerintah inilah yang hingga sekarang masih aktif ikut membantu menumbuhkembangkan bahasa dan sastra Jawa di Jawa Timur, serta mencetak guru Bahasa Jawa.

Simpulan
Dari seluruh uraian tulisan pendek ini, maka dapat disimpulkan bahwa beberapa komunitas sastra, baik Indonesia dan Jawa, sangat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan bahasa dan sastra Jawa di Jawa Timur. Sedangkan lembaga yang cukup punya komitmen dalam hal pengembangan bahasa dan sastra Jawa adalah Balai Bahasa Surabaya di Sidoarjo, dan Taman Budaya Jawa Timur di Surabaya.
Berangkat dari hal tersebut di atas, maka kebangkitan sastra Jawa di Jawa Timur akan benar-benar terjadi, apa lagi dua lembaga seperti Balai Bahasa Surabaya dan Taman Budaya Jawa Timur cukup mendukung akan tumbuhkembangnya sastra Jawa. Hal ini sekaligus menjawab pertanyaan Suparto Brata yang mempertanyakan kebangkitan sastra Jawa.
Sejalan dengan hal itu, sebaiknya Pemerintah Propinsi Jawa Timur diharapkan bisa memberikan semacam perhatian/bantuan kepada beberapa komunitas yang tetap eksis dan punya komitmen dalam pengembangan bahasa dan sastra Jawa.
Aming Aminoedhin
Siwalanpanji, 13 Maret 2006

DAFTAR BACAAN

Brata, Suparto. 1990. Sarasehan Sastra Jawa Mempertanyakan Kebangkitan (makalah)
Surabaya: PPIA (Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Amerika)

Wiyadi, Sugeng, dkk. 1996. Perkembangan Pusat Kegiatan Sastra Jawa Modern di Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Surabaya : Proyek Pembinaan Bahasa
dan Sastra Indonesia dan Daerah Jawa Timur

-----------------------. 1997. Kepengarangan dan Kepengayoman dalam Sastra Jawa.
Surabaya: Proyek Pembinaan Bahasa dan Sastra
Indonesia dan Daerah Jawa Timur; serta dari
berbagai sumber lainnya.

NDHUK ANAKKU WADON

aming aminoedhin
NDHUK ANAKKU WADON

* mira aulia alamanda

ndhuk, anakku wadon sing ayu dhewe
dadi wong wadon iku kudu
suci uni, suci rupi, lan suci ati

amarga donya wis menehi tandha
akeh wong wadon lambene bengak-bengok
akeh wong wadon matane plerak-plerok
akeh wong wadon aten-atene bosok
lungguh methothok mlaku ora ndedelok
kabeh iku aja mbok tiru, anakku

ndhuk, anakku wadon, delengen ing tawang ika
mbulan ora werna abang mbranang
lintang-lintang ora gelem gumebyar
lan srengenge kaya ngece-ece

mula iku omonga sing apik
dandana sing resik
mlakuwa sing becik
ing ngalam donya
ndhuk, anakku wadon sing ayu dhewe
goleka dalan swarga liwat tetep madhep
lan manteb terus dhedhepe marang Gusti

Canggu, 2003

Minggu, 15 Maret 2009

SAJAK BUAT BU GURU

aming aminoedhin
JIKA ADA RASA IKHLAS ITU
ymr, inna simpang

lalu gelisahku bertemu
kawan lama bertahun tak sua
kujumpai pada siang terik mentari
surabaya tak alang kepalang panasnya

di lobby inna simpang hotel nan sejuk
mengurai bimbang cerita-cerita lama
tanpa ujung batas tentang kawan sebangku
tentang kawan-kawan kuliah tak pernah temu
tanpa rasa-rasa jemu

hari seakan berlari kembali
ke arah waktu lampau
saat di bawah tanjung kampus kita
bersama mimpi dan mengigau

nasib selalu tak tertib
waktu bisa menggergaji ingatan
lupa kepada seorang kawan
adalah biasa. hanya perubahan
adalah abadi di alam ini

wajahmu seakan tak berubah
hanya perilaku jauh dari dulu
ada mukena membalut rambutmu
seperti ustadzah kampungku
begitu ayu!

wajahmu seakan tak berubah
hanya laku tomboy dulu
musnah di mataku. ditelan indah
mukena. mukenamu
begitu sederhana. begitu mempesona

benar pilihanmu
guru adalah pekerjaan paling mulia
jika ada rasa ikhlas itu

Surabaya, 10/7/2008

Minggu, 22 Februari 2009

aming, jadi editor buku puisi

BUNGA RAMPAI BUNGA PINGGIRAN
Antologi Puisi Parade Seni WR Soepratman ‘95
Diterbitkan Panitia Parade Seni WR Soepratman, 31 Mei 1995
Editor: Robin Al-Kautsar dan Aming Aminoedhin
Penyair dan Puisi yang termuat:
1. Akhudiat _ Surabaya Mengalir
-- Kau Di Siti
-- Sair Nuh
2. Aming Aminoedhin -- Perjalanan Kereta Api
-- Surabaya Musim Kemarau
-- Suara Risik
3. Anas Yusuf -- Menjelang Angin
-- Nocturno
-- Yang Terhormat Sepi
4. Arief B. Prasetyo – One for Lyla
-- Sejam Percakapan Dalam Sepi
-- Prosesi Abu: Coda
5. Beni Setia -- Akuarium
-- Memo Tatto
-- Ikan
6. D. Zawawi Imron – Sajak Bara
-- Meditasi Clurit
-- Pulang Dari Taman Pahlawan
7. Gatot Sukarman – Ia Bacakan
-- Wayang
-- Kuda Jantan Kuda Betina
8. Gimin Artekjursi -- Sejarah Kejahatan
-- Ode Sang Penyair
-- Airmata
9. Hardjono WS – Tutup Titip Tatap
-- Sajak Kotak-Kotak
-- Sajak Kaligreges
10. HU Mardiluhung --Anak Yang Kehilangan Masa Lalunya
-- Setelah Menari Bersama Para Wali
-- Sehabis Cinta: Kartun April 1995
11. L. Machali – Kota Malam
-- Perabot di Ruang Tunggu
-- Kornea
12. Luthfi Rahman – Menghafal Sejarah
-- Akuarium
-- Imaji Coreng Moreng
13. Machfoed Gembong – Genderang Setan
-- Ada Yang Teriak
-- Dalang-Dalang
14. Mh. Iskan – Malam Lingsir
-- Lembayung Bakung
-- Sangkrah
15. Mh. Zaelani Tammaka – Sketsa Perjalanan
-- Ritual Abad Kini
-- Pengembaraan Adam
16. Redi Paudju – Berita
` -- Gelisah Chao-Praya
-- Mereka Mentertawakan Kita
17. Robin Al-Kautsar – Sebuah Transparasi Untuk Seorang Aktor
-- Kita
-- Alam Benda
18. Rudi Isbandi – Keladi
-- Kanthil
-- Mawar
19. Saiful Hadjar – Surabaya Yang Kami Terima
-- Ambivalensi
-- Kampung Karangbulak
20. Keliek Eswe – Sungai Airmata
-- Matahari Meleleh di Kepalaku
-- Sajak Cinta
21. Surasono Rashar – Seutuhnya Penyair
-- Pusat Kedalaman Sungai
-- Di Dalam Air aku Bertemu Engkau
22. Tengsoe Tjahjono – Memburu Surabaya
-- Sonet Akar-Akar Pohon
-- Menatap Jakarta
23. Tjahjono Widarmanto – Dongeng Tentang Waktu
-- Aku Terus Saja Sunyi
-- Solilokui
24. Tjahjono Widijanto – Sketsa
-- Ahasveros
-- My the De Sysiphe
25. Tubagus Hidayatullah – Simfoni Tarhim
-- Doa Tobat Sang Penjahat
-- Neraka atau Surga
26. Turmedzi Djaka -- Hubb
-- Puisi Panas
-- Lukisan
27. Zoya Herawati – Sebilah Pisau
-- Lampu Kereta Yang pudar
-- Selamat Malam Tuan Nagai
28. Herry Lamongan – Rembulan Langit September
-- Hangat Usia
-- Rumah-Rumah Diam

ditulis kembali datanya oleh: Aming Aminoedhin
1 Desember 2008


OMONGA APA WAE
Kumpulan puisi dan geguritan
Diterbitkan Festival Cak durasim 2000 – Taman Budaya Jawa Timur – Oktober 2000
Editor: Aming Aminoedhin
Penyair dan Puisi Yang Termuat:

1. Eka Pradaning – Malam Itu Kekasih
 Kaliyuga
2. Tengsoe Tjahjono – Keroncong Lodeh Surabaya
 Wayang
3. Tjahjono Widarmanto – Nyanyian Brahmana
-- Peta-peta Yang terbakar di Bola Matamu
4. Sugeng Wiyadi – Omonga Apa Wae
-- Kanggo Kadang Penggurit
-- Eksposisi Togog
5. HU Mardiluhung – Obu 1999
6. W. Haryanto – Il Phenomenon
-- Seusai Telum Matahari
7. Tjahjono Widijanto – Narasi Tentang Hujan di Hari Kemerdekaan
-- Meditasi Warna
-- Notasi XXXIII
8. Aming Aminoedhin – Plaza-Plaza Itu
-- Nyanyian Kota
9. Syaf Anton WR – Padang Penyucian
-- Dendam Sejarah
10. RM Yunani Prawiranegara – Si Permisi Reformasi
11. Herry Lamongan – Jejak Lukisan
-- Sejuta Bayonet
12. Anas Yusuf – Seseorang Dengan Serulingnya Menyentuh Gununng
-- Tepi Timur
13. Roesdi-Zaki – Pertarungan Baru Dimulai
-- Kalimas
14. Hardjono WS – Sendyakalaning Palagan Kurusetra
15. Gatot Sukarman – Mari Kita Bicara
-- Bulan dan Malam
16. Widodo Basuki – Nyawang Praune Anakku
-- Kadurakan ing Kedung Srengenge
17. Akhudiat -- Saya Minta Maaf
18. Debora Indrisoewari – Anggrek Bulan
-- Bunga Mimpi
19. Beni Setia – Monster Hijau
-- Kesunyian Dalam Kepikukan
20. Surasono Rashar – Sajak Tentang Bunga
-- Aku Menggambar Wajahku
21. Sabrot D. Malioboro – Gang Bisu

ditulis kembali datanya oleh: aming aminoedhin, 1 desember 2008

TRILOGI TANAH
Kumpulan puisi: Mh. Iskan, M. Har Harijadi, dan Aming Aminoedhin
Editor: Aming Aminoedhin
Kumpulan puisi sedang dalam proses pencetakan


Tanah Persada – 1

sajak-sajak mh. iskan -- 2
sebuah jendela terbuka pagi ini – 3
bersihkan bajumu – 4
di jalan-jalan tengah kota – 5
kepada penggali kubur – 7
jam berapakah ini – 9
sajak-sajak m. har harijadi -- 10
siang hari – 11
dengan puisi – 12
sebelum senja – 13
waktu ini: belum juga – 14
elegi – 15
bila hati sedang bergegar – 16
dimuka sriwedari – 17
sajak-sajak aming aminoedhin -- 18
selamat tinggal kota – 19
ujung batas – 20
waktu terbuang sia-sia – 22
larut malam kota ngawi – 23
denpasar pagi hari – 24
bali – 25
patung – 26
sajak kunang-kunang – 27


Tanah Kapur – 28
sajak-sajak mh. iskan -- 29
sawah – 30
aku mengerti tentang guraumu ang sepi – 31
gerbong – 34
tanganpun menggapai mega – 35
rumput-rumput bergoyang di tanah lapang – 37
ombak – 38
akrabnya biru langit di atas bukit –39
kakek di bawah flamboyant – 40
kamar pengantinku – 42
sepiku sepimu – 43
suling – 45
sajak-sajak m. har harijadi -- 47
sketsa sore – 48
malioboro – 49
musim hujan telah datang – 50
ibu dalam mangu – 51
sebelum patah hati – 52
pas patah hati – 53
setelah patah hati – 54
colt dini – 55
becak dini – 56
cuaca dini – 57
taman gayam – 58
di solo – 59
di ngawi – 60
di brosot – 61
jembatan merah – 62
kwatren bangun tidur – 63
dumplengan – 65
ngunengan – 66
sajak-sajak aming aminoedhin -- 67
batu bata – 68
stasiun balapan – 69
sajak tebu – 70
lima kuatren jalan tanjung – 71
penjaga palang rel kereta di jalan raya tengah kota – 72
betapa – 73
kota lama – 74
malam-malam di bangkalan – 75
bulan musim penghujan – 76
yang terpendam – 77
di bawah tower – 78
lanskap malam – 79
gerimis hujan –80
tanah kapur—81

Tanah Rengkah – 82

sajak-sajak mh. iskan – 83
langkah-langkah – 84
lewat jendela – 85
bukit batu – 86
malam melulur bagai ular – 88
teka-teki pagi – 89
sajak kapuk randu – 90
langgar di antara pokok-pokok jati – 91
sajak tengah malam – 92
sajak percakapan – 93
lagu sepanjang rel – 94
lembayung bakung – 95
barangkali – 96
kaliku kali jati – 97
sajak tembang kapur – 98


sajak-sajak m. har harijadi – 99
keputusan – 100
kantuk dini – 101
terminal dini – 102
perempuan dini – 103
musim hujan telah datang – 104
sebelum shalat – 105
sepanjang jalan raya – 106
mencipta sajak – 107
hotel di gunung bromo – 108
di puncak bromo – 109
dalam cahaya cuaca – 110
gedongtataan – 111
pringsewu – 112
sajak-sajak aming aminoedhin -- 113
sajak kunang-kunang – 114
fatamorgana – 115
antara desa dan kota – 116
meracunku tanpa daya – 117
bulan sabit – 118
kutoleh sekali lagi – 119
malam kian larut – 121
waktu adalah pedang – 122
mataku mata ikan – 123
februari hujan pagi – 124
di kota – 125
tanah rengkah I—127
tanah rengkah II – 129

ditulis kembali: aming aminoedhin
23 Februari 2009

Kamis, 19 Februari 2009

cak kandar, pelukis bulu

Cak Kandar Sang Pelukis Bulu
SOSOK UNIK YANG KREATIF
• Pernah dapat penghargaan Gubernur Jawa Timur
• Sangat gaul dengan seniman lainnya

Oleh: Aming Aminoedhin



Dua tahun lalu, tepatnya pada tanggal 7 Oktober 2004 lalu, bertempat di Gedung Negara Grahadi Surabaya, ia menerima penghargaan seni dari Gubernur Jawa Timur, H. Imam Utomo; bersama 9 seniman lainnya. Cak Kandar yang pernah sekolah pelayaran, dalam kegiatan ini mendapatkan penghargaan seni, sebagai penggerak kesenian.
Bicara soal arti penghargaan seni yang baru saja diterimanya, pelukis bulu asal Banyuurip Surabaya ini, dikatakan bahwa penghargaan baginya, adalah sebagai cermin agar mawas diri.
Tidak hanya kali ini ia dapat penghargaan, sebab ia pernah terima penghargaan lain, yaitu: Penghargaan dari Yayasan Harapan Kita (1992) atas pengabdiannya di TMII, Mall Taman Anggrek (1998) bersama WS Rendra, Hamsad Rangkuti dan Maruti, atas pengabdiannya pada kesenian. Lantas pernah juga dapat Penghargaan Kemitraan Lingkungan Hidup atas jasanya dalam pemanfaat limbah di tahun 1992.
Pelukis yang punya warna kesukaan putih ini mempunyai konsep hidup dan berkesenian, bahwa seni harus dihidupkan dan menghidupi senimannya. Maknanya spiritual dan material.

Siapa Cak Kandar?
Sosok pelukis yang selalu berpakaian putih-putih, dan suka menenteng tustel di pundaknya ini, memang sangat unik dan kreatif. Benarkah?
Pelukis yang awalnya lebih dikenal sebagai pelukis bulu ini, adalah kelahiran Surabaya, 17 Agustus 1948. Ia punya tiga orang anak dan satu istri, akunya. Dalam keunikan dan kreativitasnya berkesenian, ia pameran lukisan tidak di galeri tapi di RS Darmo Surabaya. Dalam pamerannya banyak dipamerkan gambar-gambar bunga dan kupu-kupu. Tapi dari semua lukisan yang diusung untuk dipamerkan kali ini, ternyata lukisannya yang menggunakan media bulu, memang tampak lebih menonjol dibanding lukisan cat minyaknya.
Tak heran! Karena Cak Kandar, pada awal karier melukisnya berawal dari pelukis bulu. Dan dia dapat predikat sebagai pelukis bulu oleh masyarakat. Sayangnya, sudah lama melukis dengan bulu sebagai bahannya, telah ia tanggalkan. Kini ia beralih ke lukisan cat minyat di atas kanvas.
Pelukis Surabaya yang kini berdomisili di Jakarta, tapi tetap malang-melintang di kota-kota besar di Indonesia, utamanya Surabaya; Cak Kandar adalah orang yang suka memotivasi pelukis lain. Dia suka membantu teman pelukis lainnya dengan menjualkan lukisannya. Mengenalkan pada kolektor-kolektor lukisan. Memprakasarsai pameran bersama pelukis lain, baik di Jakarta, Bandung, Yogya, dan Surabaya sendiri. Dialah pemrakarsa Pameran Gelar Akbar di Bank Duta (1990) yang melibatkan pelukis-pelukis Jawa Timur. Belakangan memprakarsai Pameran Lukisan Bersama Pelukis Jatim di Balai Kota Surabaya, dalam rangka Ultah Surabaya ke-710.
Cak Kandar juga salah satu pendiri Himpunan Pelukis Jakarta (HIPTA), dan Himpunan Pelukis Surabaya (HIPBAYA). Dia pula yang memprakarsai lahirnya Koempoel Art Foundations, dan sekaligus memamerkan lukisan-lukisan sang maestro Koempoel di Sheraton Hotel, beberapa waktu yang lalu.
Obsesinya, bahwa di kota Surabaya ini ada nama jalan Koempoel, karena dia sang maestro lukis kota Surabaya.

Yang Unik dan Kreatif dari Cak Kandar
Ada pertanyaan yang dilontarkan seorang seniman kepada seniman lainnya, ketika ditanya, “Apakah you sudah bezuk Cak Kandar di RS Darmo?”
Jawabannya, “Belum!” dan dilanjutkan kalimat pertanyaan lainya, “Apakah Cak Kandar sakit?”
Lalu seniman itu tertawa ngakak. Soalnya, yang dimaksud bezuk dalam kalimat pertanyaan tersebut adalah nonton pameran lukisannya Cak Kandar. Sebab waktu itu, Cak Kandar sedang menggelar pameran di Auditorium Rumah Sakit Darmo Suranaya, Jalan Raya Darmo 90 Surabaya; dari tanggal 6 s.d. 14 Oktober 2004 lalu.
Barangkali ini sebuah fenomena menarik dari sebuah pameran lukisan. Dan sebuah fenomena baru yang diusung Cak Kandar di pentas pameran lukisan di Surabaya.
Dulu, sekitar tahun 1960-1970-an, ketika para pelukis belum pernah menggelar pameran lukisan di hotel, dia telah memulainya pameran lukisan di hotel. Sekarang ini, ketika para pelukis belum pernah pameran lukisan di Rumah Sakit, ia memulainya dengan menggelar di RS Darmo Surabaya. Sebuah Rumah Sakit yang terletak di jantung kota Surabaya.
Banyak yang berceloteh minor terhadapnya, tapi Cak Kandar tetap saja melaku-kan pameran lukisan di sana. Konsepnya adalah bahwa lukisan bisa dijadikan terapi bagi si sakit. Tak urung CEO-nya Rumah Sakit Darmo, Prof. Dr.dr. Soedijono,Sp. THT, perlu menyempatkan membuka pameran lukisan yang berkonsep lukisan atau karya seni bisa dijadikan terapi sakit. Apa lagi coba? Bahkan pameran lukisan ini digelar saat kota Surabaya sedang menggelar Festival Budaya Jatim 2004, yang mana ia adalah satu seniman yang turut mendapatkan penghargaan seni dari Gubernur Jawa Timur.
Waktu itu lukisan yang dipamerkan ada sekitar 51 lukisan, baik yang bermedia cat minyak dan media bulu.
Inilah fenomena Cak Kandar di Surabaya.
Ada lagi yang aneh dari Cak Kandar, baru-baru ini, ia melukis bersama orang-orang yang sakit gila di RSJ Menur Surabaya.
Dengan para seniman dia sangat welcome jika diajak bicara kesenian. Tidak hanya para pelukis, tapi juga sastrawan, penari, teatrawan dan bahkan seniman tradisi; seperti ludruk dan tayup. Ia tak segan ikut nimbrung tayuban ketika digelar tayuban di Taman Budaya Jawa Timur, beberapa waktu yang lalu.
Dalam setiap pembicaraannya, dia selalu memberikan semangat berkesenian kepada lawan bicaranya. Bahkan sering kali memberi motivator, tidak hanya kritik dan saran, akan tetapi juga dana berupa uang.
Itulah profil sosok sang pelukis bulu Cak Kandar. Seni, tandasnya meyakinkan, haruslah dihidupkan sekaligus menghidupi senimannya. Mengapa tidak? (aa)*****


Desaku Canggu, 22/6/2006

biodata akhudiat

Akhudiat
SOSOK SASTRAWAN YANG DRAMAWAN
Oleh: Aming Aminoedhin


bencana dan keberuntungan silih berganti
jangan menangis, indonesia

malang dan mujur silih berganti
jangan menangis, indonesia

kejayaan dan keruntuhan silih berganti
jangan menangis, indonesia

manis dan pahit
susah dan senang
sakit dan bahagia
lapar dan kenyang
silih berganti
jangan menangis, indonesia

tak ada puasa terus-menerus
tak ada pesta terus-menerus

pesta akan ditagih ongkos kenikmatan
puasa akan temukan hari lebaran

jangan menangis, indonesia
tawa dan tangis silih berganti




Puisi di atas adalah puisi Akhudiat, yang termuat di antologi puisi dan geguritan ‘Malsasa’ 2005, dengan judul ‘Jangan Menangis Indonesia. Ia tidak hanya menulis puisi dan cerpen, sebagai sastrawan; tapi juga menulis naskah drama dan kerapkali memenangkan di tingkat nasional.
Diat, demikian nama panggilannya. Akhudiat, lahir di Rogojampi, Banyuwangi, Jawa Timur, pada tanggal 5 Mei 1946. Ayahnya, Akwan (lahir tahun 1925), adalah seorang petani yang tekun di desa Karanganyar, Kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi. Sedangkan ibunya, bernama Musarapah (kelahiran tahun 1930).
Menikah dengan Mulyani pada tanggal 4 November 1974. Bersama istrinya ini, Akhudiat, mempunyai tiga anak, yaitu: Ayesha Mutiara Diat (perempuan, lahir tahun 1975), Andre Muhammad Diat (laki-laki, lahir tahun 1976), dan Yasmin Fitrida Diat (perempuan, lahir tahun 1978).
Bersama keluarganya, sekarang Akhudiat beralamat di Jalan Gayungan PTT 51-E Surabaya. Budaya pesantren yang kental dan dikenal oleh Diat sejak kecil, membentuk pribadi seorang Akhudiat yang bersahaja.

Sekolah dan Bekerja
Sekolah awalnya, Diat memasuki Sekolah Rakyat (SR) Rogojampi, Banyuwangi dan lulus pada tahun 1958. Setelah itu, dengan penghasilan dari sawah dan kebun kelapa warisan kakek-nenek, ia melanjutkan sekolah di Pendidikan Guru Agama Pertama Negeri (PGAPN) IV Jember. Di sekolah ini, Diat lulus tahun 1962. Dari PGAPN Jember, Akhudiat melanjutkan sekolah di PGAA Malang. Hal tersebut dilakukannya sambil mengajar di beberapa SMP/SMA, serta madrasah tsanawiyah/aliyah. Selepas itu, Diat belajar di Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN) III Yogyakarta, dan mengantongi ijazah tahun 1965. Tidak hanya itu, pada sekitar tahun 1972—1973, Akhudiat, pernah kuliah di Akademi Wartawan Surabaya (AWS), namun tidak diselesaikannya.
Akhudiat juga ikut kursus Bahasa Inggris di Lembaga Indonesia Amerika (LIA) Jalan Dr. Soetomo Surabaya, hingga tingkat advance. Gelar sarjananya didapatkan pada tahun 1992 dari Universitas Terbuka (UT) Fakultas Ilmu Sosial (FISIPOL). Sebagai seorang sastrawan, Akhudiat, tidak hanya sekolah formal seperti tersebut di atas, tapi juga mengikuti: International Writing Program, University of Iowa, Iowa City, USA, pada tahun 1975.
Sewaktu masih sekolah di PGAA Malang, Diat pernah mengajar di beberapa SMP/SMA, Madrasah Tsanawiyah/Aliyah. Menurut catatan Akhudiat, bahwa lulusan SHD (Sekolah Hakim Djaksa) akan menjadi panitera pengadilan negeri, sedangan lulusan PHIN (Pendidikan Hakim Islam Negeri) akan menjadi panitera pengadilan agama. Tapi apa yang terjadi? Akhudiat, yang lulusan PHIN Yogyakarta itu, mendapatkan Surat Keputusan Menteri Agama RI yang berisi pengangkatan sebagai pegawai negeri sipil di Kantor Pusat Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya, sejak tahun 1970. Jabatan terakhir yang disandang Akhudiat adalah Kepala Bagian Kemahasiswaan, Kantor Pusat IAIN Sunan Ampel Surabaya, dan pensiun pada tahun 2002. Setelah pensiun, sejak tahun 2002 hingga sekarang ini, ia menjadi Dosen Luar Biasa pada Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Aktivitas dalam dunia seni dan budaya, utamanya sastra dan teater, mengantarkan Akhudiat untuk dapat kepercayaan menjabat sebagai Komite Sastra dan Teater pada Dewan Kesenian Surabaya tahun 1972—1982. Pada tahun yang sama (1972—1982) sebagai sutradara dan penulis naskah teater di komunitas Bengkel Muda Surabaya (BMS). Jabatan lainnya, ia anggota pleno di Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT), dari tahun 1999 hingga sekarang. Menjabat sebagai steering committee Festival Seni Surabaya (FSS) dari tahun 2000 hingga sekarang.

Dunia Sastra
Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa Akhudiat adalah anak desa yang lahir di Rogojampi, Banyuwangi. Sejak masih sekolah di tingkat Sekolah Rakyat (SR) —sekarang Sekolah Dasar (SD)— ia sudah sangat gemar membaca. Segala buku dibacanya, dari bacaan komik Gareng-Petruk, hingga ensiklopedia kesehatan.
Menarik sekali, ketika di depan sekolahnya terdapat kedai/toko buku yang sekaligus merangkap agen koran dan majalah; sehingga Akhudiat kecil bisa mengintip/mencuri-curi baca saat istirahat sekolah. Bahkan di rumah Pakdenya yang Jururawat, banyak sekali tumpukan koran dan majalah terbitan Surabaya dan Yogya, sehingga ia dengan leluasa bisa membacanya. Diantaranya ada Minggu Pagi (Yogya), Terang Bulan (Surabaya), serta buku-buku tebal tentang kesehatan. Di rumah pamannya yang lain, bernama Paman Ahim, Akhudiat, membaca majalah Indian Film (Surabaya), lantas di rumah Guru Rasad membaca habis majalah Wijaya (Surabaya), buku-buku serial Naga Mas (Surabaya), dan Serikat 17 (Jakarta). Di rumah teman mainnya yang terbuka siang dan malam, Diat bisa membaca habis konik Mahabarata dan Ramayana karya Kosasih.
Menurut pengakuan Akhudiat, buku yang sangat menarik perhatiannya sewaktu usia SR adalah buku-buku karya Motinggo Bosye (1937—1999) pada koran Minggu Pagi, dan Supriyadi Tomodihardjo (kini di Belanda) pada koran Terompet Masyarakat.
Selain bacaan yang banyak, kepekaan Diat diperkaya juga dengan pengalaman masa kecilnya yang suka menonton bioskop, sandiwara keliling berbahasa Indonesia, seperti: Bintang Surabaya, Gema Masa, Kintamani, Opera Melayu, Ketoprak, Wayang Orang, dan Ludruk. Dia, Akhudiat, juga menonton Kentrung Trenggalek, Rengganis, yakni sejenis wayang menak dengan tokoh Amir Ambyah, Umarmoyo, Umarmadi, Putri, China, Jin Baghdad, Lamdahur. Tidak itu saja, ia menonton juga Orkes Melayu, Wayang Potehi, Sandiwara Misri, dan banyak lagi. Itulah yang kemudian menjadikan Akhudiat kaya referensi tentang seni dan budaya, dan bahkan ia bisa menulis cerpen, puisi, dan naskah drama.
Sewaktu masih di Yogyakarta, sekitar tahun 1962—1965, ia lebih sering keluyuran ke perpustakaan, toko-toko buku, pasar loak buku, melihat pementasan drama dan pameran lukisan. Lukisan yang paling ia sukai adalah karya Isnaeni, pelukis Sanggar Bambu yang selalu memakai celana pendek. Pementasan drama yang pernah ia saksikan dan masih berkesan adalah Iblis (Mohammad Diponegoro), Setan-setan Tua (Arifin C. Noer), Hai yang di Luar Itu (terjemahan William Saroyan) yang dimainkan mahasiswa UGM, dengan sutradara WS Rendra, sebelum berangkat ke New York, Amerika Serikat.

Akhudiat juga mengaku pernah ikut kursus akting di Teater Muslim pimpinan Mohamad Diponegoro dan juga berguru pada teater milik Arifien C. Noer. Menurut pengakuannya, Yogyakarta merupakan kota yang membekalinya dengan kosakata teater. Ucapan Arifien C. Noer yang selalu dia ingat adalah, “Bacalah naskah drama, pelajari dialog-dialognya, kamu akan bisa menulis naskah sendiri.”
Sejak saat itu, Akhudiat ingin belajar menulis drama dengan langsung belajar dari naskah jadi yang dipunyainya. Di samping itu, ia juga belajar dengan cara membaca naskah, seperti Malam Jahanam (tragedi), Nyonya dan Nyonya (farce-play, banyolan), Iblis, Timadar, dan banyak lagi.
Di kampungnya sendiri, Rogojampi, ia mengaku pernah mementaskan drama Jebakan Maut (sayang, ia lupa nama pengarangnya), dan Akhudiat bahkan jadi aktor, yang berperan sebagai dokter, dengan menutup lakon dengan teriakan’ “Vox populi vox Dei” (suara rakyat adalah suara Tuhan.)

Tulisan pertama Akhudiat adalah tentang Markeso, seorang aktor tunggal “Ludruk Garingan”. Markeso merupakan tokoh kunci dalam kesenian khas Jawa Timur Ludruk. Tulisan Akhudiat tentang hal itu termuat di Surabaya Post tahun 1970. Pada saat itu, Akhudiat menerima honorarium sebesar Rp100,00 (Seratus Rupiah) untuk tulisannya itu.
Melihat drama sampai pada tahun 1970 dalam format prosenium, baik dalam pementasan Malam Jahanam, Pinang (Chekov), Citra (Usmar Ismail), Taman (Iwan Simatupang), atau Sendyakalaning Majapahit (Armijn Pane), Akhudiat beranggapan bahwa panggung prosenium mengangankan bingkai pada gambar dua dimensi yang tampak depan, samping (profil), dan satu fokus utama. Gambar atau adegan itu meniru alam atau dunia di luar panggung. Maka kita biasanya sangat akrab dengan adegan yang ada di panggung seperti suasana di dalam rumah dengan segala perlengkapan perabotannya, atau adegan hutan, jalan, pantai, taman, dengan layar scenery dan para pelaku duduk-duduk atau jejer wayang dalam melakoni nasibnya. Menurut Diat, panggung indah dan rapi begini sudah berlangsung sejak era Stamboel atau Opera Melayu. Ini masih bisa dilihat turunannya pada panggung Srimulat, Ketoprak, atau Ludruk.
Melihat “drama” semacam itu, Akhudiat beranggapan kurang imajinatif, kurang “liar”, dan terlalu “diatur”. Menyikapi hal tersebut, bersama komunitas Bengkel Muda Surabaya, Akhudiat menawarkan panggung yang lain, yaitu “panggung kosong”.
Dunia panggung adalah dunia imajiner, make-believe, pura-pura, rekaan, mungkin tiruan alam luar panggung, mungkin juga tidak. Bisa berasal dari mana pun: gagasan sejarah, pengalaman, peristiwa sehari-hari, berita/artikel, mimpi, bahkan pure nothing, diraih dari angin. Maka muncullah di panggung, orang atau barang, baik sebagai pelaku/pelakon atau properti/alat bermain. Semuanya berubah, bergerak, berombak, berirama, berganti, bertukar, berkeliaran, bahkan berontak, menjadi lakon. Maka adegan-adegannya dominan out-door/exterior. Beberapa lakon awal saya juluki dengan “teater jalanan.” Bisa main di dalam gedung, taman, lapangan, halaman, pendapa, arena, atau di mana saja.
Dengan pikiran “teater jalanan” Diat mendapat gagasan ketika sering ketemu corat-coret (graffiti, tunggal: graffito) berupa tulisan atau cukilan di tembok, pohon, batu, bangku, gardu, halte, stasiun, terminal, tempat wisata, atau di mana pun, yang hanya berisi dua nama, pemuda dan pemudi yang sedang bercinta. Pesan singkat ini tentu mengandung kisah panjang di baliknya. Coretan atau “Grafito” kemudian dijadikan judul naskah dramanya.
Grafito yang ditulis tahun 1972 ini berkisah tentang dua remaja, Ayesha dan Limbo, ketemu di jalanan. Keduanya adalah pemimpin geng yang terlibat dalam kisah love/hate, cinta/benci. Ini merupakan sebuah konflik. Untuk menambah derajat konflik lebih berbelit dan tegang, maka saya imbuhi: pemuda Limbo beragama Katolik, Ayesha seorang Muslimah. Dua geng bisa akur, kedua pemimpin bersetuju nikah, tapi Kyai dan Pastur tidak mau kompromi dan ambil resiko. Mereka cari-cari solusi: perkawinan teatrikal di tengah lapangan dengan ritus sesajen, mendatangkan Dewi Ratih dan Dewa Kamajaya dari Kerajaan Kayangan atau langit. Jadilah kemudian sebuah perkawinan teater. Dan ini merupakan sebuah parodi. Pada tahun 1973, puisinya berjudul Gerbong-gerbong Tua Pasar Senen, mendapat juara II Lomba Penulisan Puisi versi Dewan Kesenian Surabaya.
Tulisan naskah drama lainnya adalah Jaka Tarub dan Rumah Tak Beratap, yang memenangkan lomba naskah drama versi Dewan Kesenian Jakarta, tahun 1974. Lantas naskah drama yang ia tuliskan adalah Bui (1975) dan RE (1977).
Di samping menulis naskah drama, artikel, dan esai, Diat juga menulis puisi, cerpen, dan terjemahan apa saja dari bahasa Inggris. Karangan terjemahan Akhudiat adalah: Fred – Sherwood Anderson, yang kemudian diubah berjudul Kematian di dalam Hutan. Sumur-Agusto Cespedes, Model- Bernard Malamud, Apotek – Anton Chekov, Kisah Pohon Abu – Peter Handke, Benang Laba-laba – Ryanusuke Akutagawa, Pusat Teater Internasional Peter Brook, Raja Ubu – Alfred Jarry, Jalan Tembakau – Erskine Caldwell.
Terakhir Diat menerjemahkan drama absurd, “Drama tentang Drama” tulisan Samuel Beckett, yaitu Katastrof dari New Yorker, dengan sub-titel Untuk Vaclav Havel, Sastrawan, Presiden Ceko. Salah satu cerpen Diat berulang kali disiarkan adalah “New York Sesudah Tengah Malam”, pertama kali dimuat di Majalah Horison, Oktober 1984. Karya tersebut diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Dede Oetomo, dosen Unair Surabaya, dengan New York After Midninght, dan dijadikan judul buku kumpulan sebelas cerpen Indonesia dari 11 cerpenis, merujuk pengalaman tinggal di Amerika Serikat serta pandangan mereka tentang Amerika. Buku tersebut disunting oleh Satyagraha Hoerip (Oyik), diterbitkan Executive Committee, Festival of Indonesia, USA, 1990-1991. Diterjemahkan lagi oleh John H. McGlynn, New York After Midninght, dimasukkan dalam kumpulan puisi, cerpen, dan esai tentang New York setelah mengalami tragedi 11 September 2001. Disunting McGlynn, diterbitkan Lontar, Jakarta, 2001, tiga bulan sesudah tragedi. Terjemahan McGlynn ini dimuat oleh majalah Persimmon, Asian Literature, Art and Culture, Volume III, November 1, Spring 2002, diterbitkan Contemporary Asian Culture, New York. Cerpen New York After Midninght berkisah tentang tiga kota: Jember 1960, New Yok 1975, dan Surabaya 1983, lewat dia narator mengalami semacam dejavu, hadir di suatu tempat atau situasi pertama kali tapi terasa sudah pernah hadir atau mengalami sebelumnya.
Menonton konser jazz lima Negro di PPIA Surabaya, seperti yang dialami ketika menonton grup Black Theatre Ensemble mementaskan jazz, tari, drama dengan tajuk Hi, I Can Cope di Village Theatre, Greenich Village, New York. Penari tunggal, lelaki hitam gundul, berkeringat, cuma bercawat, pada pembukaan dan penutup teater ensemble, terbayang penari Sardono W. Kusumo, imaji kelahiran manusia pertama yang purba. “Petualangan” dibawa lari subway dari bawah trotoar Jalan Kedelapan di Village, bagian selatan New York, sampai Jalan Keseratus Tiga Puluh Lima, di Harlem, bagian utara, adalah perwujudan dari pembacaannya ketika di Jember, di majalah Life, esai foto tentang penumpang sendirian di subway bertajuk New York After Midninght.
Dejavu yang pernah Akhudiat alami, ketika pertama kali di Wonokromo, jalan raya dari persilangan rel di selatan ke arah Kebun Binatang di utara tepian timurnya dilewati rel untuk gerbong langsir dari Stasiun Wonokromo ke Stasiun Trem Uap Wonokromo Ujung Perak. Jalan raya tengah kota dengan rel kereta api ini pernah Diat lihat (dalam mimpi) semasa masih di Yogya. (m. amir tohar).

Rabu, 18 Februari 2009

komitmen tribroto ws

Komitmen Tribroto WS:
KI@T MENGHIDUPKAN THR SURABAYA

• perlu membuat ‘kampoeng seni’ thr surabaya
• perlu sinergi pengelola dan komunitas-komunitas kesenian se jatim
• pertunjukan seni tradisi (ludruk, srimulat, wayang, ketoprak) secara kontinyu


Mengkondisikan Taman Hiburan Rakyat (THR) Surabaya agar dapat hidup kembali perlu adanya kiat. dan terobosan yang mampu mendobrak kondisi yang ada. Kalau dicermati tata letak dan kondisi saat ini, maka pertama-tama yang perlu dibedah adalah brand image-nya. THR Surabaya yang konon sebagai Taman Hiburan Rakyat di era tahun 1960-an, tentu saja tidak sesuai lagi dengan situasi dan kondisi saat ini, tempat itu sudah tidak cocok lagi menjadi taman hiburan, tetapi akan lebih berhasil bila mengedepankan sebuah aktivitas seni dan budaya. Sedangkan kegiatan seni dan budaya itu sendiri juga mengandung unsur hiburan. Dan sangat kebetulan sekali bahwa Kota Surabaya sebagai kota metropolis belum mempunyai pusat kebudayaan, atau “kampoeng seni”, hal ini sangat penting karena pembangunan rohani, sikap, mental dan prilaku berbudaya melalui kesenian juga merupakan penyeimbang pembangunan pada sektor non-fisik yang patut menjadi catatan penting dalam pembangunan kota ini yang secara fisik sudah cukup berlimpah.
Secara simple, pemikiran terhadap upaya menghidupkan “kampoeng seni” THR Surabaya ini sangat tidak sulit, pertama-tama yang sangat penting adalah adanya komitmen dan keinginan untuk maju bersama antara pihak pengelola, dan komunitas kesenian, sebagai bagian dari kehidupan kota Surabaya. Kedua adalah adanya kegiatan pertunjukan yang bersifat regular, yaitu Ludruk, Wayang, Ketoprak, Srimulat, yang merupakan produk bersejarah yang menjadikan ciri pusat kesenian. Bila kegiatannya diselenggarakan sekali dalam satu minggu, maka dalam satu tahun ada 54 kegiatan pertunjukan seni tradisi yang disubsidi oleh Pemerintah Daerah. Akan lebih hebat apabila berbagai kegiatan kesenian lainnya seperti: sastra/geguritan, seni rupa/lukis, musik/karawitan, juga terfasilitasi meskipun diprogram secara insidentil, tetapi harus jelas capaiannya. Melalui ini semua akan mengkondisikan arek Surabaya untuk dapatnya berkreasi dan berapresiasi seni mengeksplorasi keindahan sebagai salah satu wujud pengalaman batin. Apabila kerangka dasar “kampoeng seni” samacam ini dapat berjalan, maka Kota Surabaya akan menjadi sangat hebat, jika tak boleh dikatakan sebagai ‘dahsyat’.
Sebenarnya potensi kesenimanan di Surabaya ini sangat luar biasa, sayang mereka selama ini tidak terfasilitasi, secara moral maupun finansial. Oleh karena itu apabila Surabaya dapat mewujudkan “kampoeng seni” sebagai salah satu tempat mangkalnya para warga Surabaya untuk berkesenian. Hal ini adalah hal yang patut diperjuangkan, disadari bersama, dan dipahami secara mendalam atas realita kebutuhannya. Memang tidak semuanya harus dituntut dengan target PAD. Sehingga tiket masuk lokasi juga bisa dibebaskan, sedangkan penggalangan PAD dari sewa stand/kios dan fasilitas gedung. Sedangkan penggunaan gedung itu pun, juga perlu keberanian untuk menggunakan sistem subsidi silang. Artinya, ada yang diberikan fasillitas secara penuh (gratis sewa gedung), ada kegiatan yang harus sewa.
Untuk penerapan strategi ini memang diperlukan wawasan budaya yang mengacu pada kepentingan pembangunan masyarakat berbudaya yang lebih ke depan. Prospek apa yang bisa diberikan kepada masyarakat ditengah-tengah pembangunan ekonomi yang terus menukik ini, tidak lain adalah sebuah harapan, cita-cita di sektor seni dan budaya yang mampu membuka peluang bagi masyarakat untuk dapat menikmati pembangunan keindahan.
Sejak Januari 2008, kerjasama dengan berbagai komunitas telah dijalin dan beberapa komunitas di antaranya telah mewujudkan action-nya, antara lain : komunitas musik indie “Surabaya Bergerak” oleh Nendi, komunitas musik indie “Trendy Bangsat” oleh Effendi, Latihan Bersama Musik Band “Lentera United”, Forum Sastra Bersama Surabaya oleh Aming Aminoedhin, komunitas dance-street, latihan tari oleh Si Wrahat Nala, latihan melukis oleh Sanggar Palem, latihan burung berkicau oleh Komunitas Suramadu, Komunitas oi (orang Indonesia), maupun komunitas musik perkusi.
Beberapa waktu yang lalu telah juga menyelenggarakan kegiatan pentas teater oleh Teater Gress dan komunitas teater dari Lamongan. Pada peringatan Hari Pahlawan tanggal 10 Nopember, komunitas Sawunggaling juga menyelenggarakan malam musik kepahlawanan.
Ke depan sudah ada yang mengajak kerjasama untuk menyelenggarakan event antara lain: oleh PASBI (Paguyuban Seni Budaya Indonesia), Log’in Production, Latihan musik perkusi oleh Suwandi dkk.
Wajah baru di tahun 2009 yang akan masuk lagi sedang dalam persiapan adalah kelompok tari Take d’Dance, Perguruan Pencaksilat “Perisai Diri”.
Nah.. kalau kita perhatikan perkembangan tersebut di atas, ini sudah menunjukkan adanya take and give antara Pemerintah dengan komunitas kesenian di Surabaya. Semoga saja untuk memfasilitasi seni pertunjukan seni tradisi pada tahun 2009, masih dapat kepedulian, sehingga mereka tetap dapat bisa bermain dengan disubsidi, pada setiap seminggu sekali. Karena pertunjukan seni tradisi ini memang sangat memerlukan perhatian khusus dalam upaya pelestarian dan pengembangannya. Karena sejak Januari 2008 tontonan tradisi tersebut rata-rata menyerap penonton minimal 100 orang, tidak benar bila ada pihak yang meng-issue-kan bahwa pertunjukan seni tradisi di THR hanya ditonton oleh tujuh orang. yaitu komunitas dari dalam THR sendiri. Padahal yang benar di antara penonton tersebut, mereka ada yang rumahnya di Mojokerto, Krian, dan Sidoarjo. Sementara itu para seniman juga kami harapkan mengadakan regenerasi, agar kelak tradisi kesenian mereka tetap dapat dipertahankan dan menjadi sumber inspirasi dalam proses kreatif.
Dengan demikian untuk mewujudkan THR Surabaya sebagai “kampoeng seni” yang mempunyai karakteristik tersendiri, memang memerlukan pendekatan budaya yang lebih konsisten, pemikiran yang positif dan upaya maksimal, terutama pendekatan nuansa ketradisian yang lebih kental. Sehingga dapat mewujudkan pusat-pusat kesenian di Surabaya yang bermacam ragamnya, di THR Surabaya lebih didominasi oleh nuansa ketradisiannya, di Balai Pemuda didominasi oleh nuansa kesenian showbiz, di Pantai Kenjeran didominasi oleh nuansa pantai, di kompleks masjid Ampel didominasi oleh nuansa religi Islami, di Taman Prestasi ada wisata perahu. Kalau pendekatan keragaman dan spesifikasi budaya seperti ini dapat terkondisi, maka hal itu, baru dapat dikatakan Surabaya memiliki kekayaan objek wisata yang beragam. Bukankah hal ini akan menjadi luar biasa. Dahsyat barangkali?
Untuk pintu masuk ke THR Surabaya yang selama ini dikeluhkan oleh pengunjung, sedang kami koordinasikan dengan pihak Hi-Tech Mall, dan sudah ada respon positif. Mudah-mudahan segera ada realisasi renovasi. Karena hal ini sangat penting, tidak hanya untuk THR Surabaya, tetapi termasuk kesan kenyamanan melewati lokasi Hi-Tech Mall Surabaya.
Sekali lagi ini komitmen saya guna menumbuhkembangkan THR Surabaya! Semoga ada respons positif dari Pemerintah, dan juga pihak-pihak sponsorship. Mari kita benahi THR Surabaya!

Surabaya, 29 Desember 2009
Narasumber,
Tribroto Ws, Kepala UPTD THR Surabaya
tri.brotows@gmail.com

syair nyanyian leo kristi

Salam dari Desa
nyanyian leo kristi


kalau ke kota esok pagi sampaikan salam rinduku
katakan padanya padi-padi telah kembang
ani-ani seluas padang roda giling berputar putar
siang malam tapi bukan kami punya

kalau ke kota esok pagi sampaikan salam rinduku
katakan padanya tebu-tebu telah kembang
putih-putih seluas padang
roda lori berputar –putar siang malam
tapi bukan kami punya

anak-anak kini telah pandai menyanyikan gema merdeka
nyanyi-nyanyi bersama-sama di tanah-tanah gunung
anak-anak kini telah pandai menyanyikan gema merdeka
nyanyi-nyanyi bersama-sama tapi bukan kami punya

tanah pusaka tanah yang kaya
tumpah darahku di sana kuberdiri
di sana kumengabdi dan mati
dalam cinta yang suci

kalau ke kota esok pagi sampaikan salam rinduku
katakan padanya nasi tumbuk telah masak
kan kutunggu sepanjang hari
kita makan bersama-sama berbincang-bincang
di gubuk sudut dari desa
di gubuk sudut dari desa
di gubuk sudut dari desa

ditulis kembali aming aminoedhin
19 januari 2009


Lewat Kiara Condong
nyanyian leo kristi


lewat Kiara Condong kereta laju
panorama di sana memaksa ku tersenyum
bocah bocah tak berbaju
berlari-lari disepanjang tepi
di setiap detak roda yang kelima
bergerombol bocah-bocah

bermain gundu kudaku lepas
mengejar layang sampai ke awan
bermain gundu kudaku lepas
mengejar layang sampai ke awan

oh... bilakah mereka mainkan buku
dan pena di tangan?

lewat Kiara Condong kereta laju
seorang gadis telanjang dada
basah rambutnya berkeramas
sempat kulihat tisik kainnya
dibalik dinding bambu
reyot dan tak beratap

ketika lewat Kiara Condong
matahari tidur…dibalik gunung
ketika lewat Kiara Condong
tuan-tuan tidur di sejuk gunung



ditulis kembali aming aminoedhin
19 januari 2009


Hati Muda Ley Ley
nyanyian leo kristi

riuh di terminal bis malam
seorang gadis gelandangan
menangis tersedu di sudut
gagal mencuri nasi
sedang di belakangku
seorang bocah merengek-rengek
sambil melemparkan kulit coklat
ke segala sudut

campur berisik suara kaset yang merengek-rengek
..uhhh pusingnya…

hujan lebat lewat bus malam
di sisi cikar-cikar sayup
dengan percik lumpur jalanan
dalam jaket tua yang lemah
kududuk di sisi pak sopir
dengan mata burung hantu malam

bersama hilangnya bayangmu
bis malamku tiba
lai loley ley lai loley lai loley ley
oleiyo ooooo..
lai loley ley lai loley lai loley ley
oleiyo ooooo

sepi di terminal bis malam
lampu lampu neon telah padam
ketika kutersandar letih
sesekali suara memaki
senda gurau menjelang pagi
membuat hati resah berahi
senyum yang kucari tiada jumpa
betapa rinduku….

hati muda ley ley
hati muda ley ley
hati muda ley ley
hmmmmmm……

ditulis kembali aming aminoedhin
13 februari 2009


Roda Pedati
nyanyian leo kristi


roda pedati telah menunggu
selamat tinggal
salam bagimu cinta dan doa adik
cakrawala langit biru tidurku

roda pedati malam sepi ini
dingin beku
salam bagimu cinta dan doa adikku


ditulis kembali aming aminoedhin
13 februari 2009



Kereta Laju

nyanyian leo kristi

kereta melaju berlari
di atas kopor ku angkat kaki
serasa melayang serasa terbang
senyumku terkembang walau kusendiri

bawalah aku cepat berlari
bawalah aku jauh-jauh pergi

ai ai ai ai
kum bam ba kum ba kum bam ba kum ba
aahhhhh….


ditulis kembali aming aminoedhin
13 februari 2009


Langit Makin Merah-Hitam

nyanyian leo kristi

dia saudaraku
dia saudaraku
bernyanyi riang di ufuk fajar
dalam ytidur senyap ini
bersama nya bunga-bunga
dengan tiga butir peluru di dada.
di dada…

hai kaihoro..

dia saudaraku
dia saudaraku
yang kini menang kedamaian
tertelungkup atas salib
di depan altar suci
dengan tiga butir peluru di dada
di dada..

langit makin merah hitam
langit makin merah hitam
merah hitam , hitam merah , hitam

dia saudaraku
dia saudaraku
terlentang di padang kunang-kunang
bongkah tanah di genggamnya
tanah air yang tercinta
dengan tiga butir peluru di dada
hai kaihoro..

langit makin merah hitam
langit makin merah hitam
merah hitam , hitam merah , hitam


ditulis kembali aming aminoedhin
13 februari 2009


Jabat Tangan Erat-Erat Saudaraku

nyanyian leo kristi

lihatlah layar layar terkembang di laut
panji –panji merah dan putih turun senja
kini tiba saatnya nyalakan bara hati
angin bertiup semakin dingin
di simpang-simpang gelap
lentera-lentara jalan tak mengenal dirinya lagi

kalau cermin tak lagi punya arti
pecahkan berkeping-keping
kita berkaca di riak gelombang
dan sebut satu kata : hakku !

jabat tangan erat-erat
jabat tangan erat-erat
jabat tangan erat-erat
saudaraku!
saudaraku!
saudaraku!

ditulis kembali aming aminoedhin
13 februari 2009

Di atas Sukapura 2
nyanyian leo kristi

oh dusunku ,oh dusunku
akan lama kutinggalkan dirimu
selamat tinggal gadis manis
tak kulupa hangat tubuhmu

sunyi…
pagi ini aku melangkah
dinginnya pagi tak terasa
lalalalala…

bukit…bukit…
betapa indah warna rona
di sela-sela kabut putih

gunung gunung biru kurindu…

ditulis kembali aming aminoedhin
13 februari 2009


Nyanyian Pantai
nyanyian leo kristi

tepian pantai serakan lokan
angin laut yang bertiup
deburan ombak suara pekik bangau
sinar surya memeluk pantai
sinar surya pagi

kulihat camar-camar
kulihat layar-layar
di batas cakrawala
bersama mengalunkan
simfoni kedamaian
hu…….. kedamaian!
Laila….ila….la…. kedamaian


ditulis kembali aming aminoedhin
13 februari 2009


Laut Lepas Kita Pergi
nyanyian leo Kristi

angin sepoi ……….
angin sepoi………..
layar-layar di dermaga
telah tumbuh telah tumbuh

tegukkan cangkir kopi terakhir
senja ini senja ini
kemarin hanya mimpi
diteluh tangan sakti
aku tak mengerti
gelapnya dunia ini
hingga hari yang sepi
kuterjaga dari mimpi

layar-layar di dermaga
telah tumbuh telah tumbuh
apa lagi kau tangisi
ucapkanlah selamat tinggal
hari kemarin
ke laut lepas kita pergi

hu….hu….hu….. hu….
ai…ai…..ai…..ai……
kemarin hanya mimpi
diteluh tangan sakti
aku tak mengerti
gelapnya dunia ini
hingga hari yang sepi
kuterjaga dari mimpi


ditulis kembali aming aminoedhin
13 februari 2009


Jerami
nyanyian leo Kristi

rumput jerami tepi dangau
jadi istana malam ini
dijalin tangan ku dan dia
sepanjang malam purnama

petikan kecapi dan tembang sunyi
sayup seiring berahi
di sini siang hari berjajar tangis
dengan ani-ani dan nyanyi

lai lai lai lai lai lai
lai lai lai lai lai lai
ani ani nyanyi nyanyi
ani ani dan nyanyi

mata tertutup rambutku kukusut
sepanjang malam jerami

lai lai lai lai lai lai

ditulis kembali aming aminoedhin
13 februari 2009