MENULIS dan BACA PUISI ITU GAMPANG*
oleh: aming aminoedhin
catatan:
Bahan ceramah dan diskusi sastra di depan rekan-rekan komunitas alam ruang sastra (ars) sidoarjo, 23 november 2008 bertempat di museum tantular sidoarjo.
Ceramah diikuti sejumlah 60-an siswa (SD, SLTP. SMA/SMK, dan mahasiswa) bahkan ada juga guru yang hadir dan ikut mendengarkan ceramah, yang siang itu diguyur hujan.
Ada beberapa nama siswa yang cukup baik dalam nulis dan baca puisinya, antara lain: illa, pandu,fitri, dan beberapa nama lainnya.
Kegiatan ARS ini cukup positif, dan perlu dukungan banyak pihak, guna terus tumbuhkembangnya sastra di Sidoarjo. Barangkali ARS, perlu pula menerbitkan puisi-puisi terpilih, untuk sebuah antologi puisi penyair muda Sidoarjo. Sukses selalu buat ARS Sidoarjo. Kiprahmu dalam sastra aku tunggu! Kapan ARS punya gawe bertajuk "Pentas sastra ARS" Salam sastra!
Menulis Puisi
Menulis, apa lagi menulis puisi itu sangat gampang? Kenapa? Karena setiap langkah kita, bisa kita tulis sebagai bahan menulis puisi. Bayangkan saja, perjalanan dari rumah ke kantor atau sekolah, sudah ada banyak hal yang bisa kita tulis untuk puisi. Bisa bicara soal jalan yang berlubang, jalanan macet, indahnya mentari, ketemu wanita cantik, lelaki yang ganteng, pepohonan yang hijau, sawah yang menguning, tebu-tebu dengan bunga putihnya yang meluas, dan masih banyak lagi.
Seperti yang dikatakan Arswendo Atmowiloto, mengarang itu gampang, maka menulis puisi itu, lebih gampang lagi. Karena hampir semua orang pasti bisa menulis puisi, terlebih ketika sedang jatuh cinta. Pastilah seseorang mudah menumpahkan rasa cintanya tersebut dalam baris-baris, bahkan bait-bait puisi. Percayalah itu pasti!
Kata puisi, menurut teori, adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan baris.
Dalam hal menulis puisi, berdasarkan pengalaman penulis, seorang penulis puisi haruslah memperhatikan beberapa hal berikut ini:
a. Puisi mengandung unsur keindahan dan kemerduan bunyi, maka diperlukan
pemilihan kata atau diksi yang baik dalam penulisannnya;
b. Sebuah puisi, sebaiknya menggunakan kata-kata dasar dalam penulisannya. Sebab puisi yang baik adalah puisi yang menggunakan sedikit kata, tapi punya banyak makna (multi-interpretable). Untuk itu kata-kata yang dipakai lebih konotatif, bermakna ganda.
c. Sebuah puisi pasti ada pesan (massage) di dalamnya, atau bisa dikatakan sebagai ‘tema puisi’ bisa pesan/tema cinta, moral, religi, kritik sosial, pesan pendidikan, dan banyak lagi. Tapi tidak harus secara jelas/ gamblang diterangkan dalam puisi, tapi sebaiknya disebunyikan/dititipkan pada rangkaian baris dan bait dalam sebuah puisi;
d. Dalam menulis puisi seseorang tidak harus mencari tema/pesan apa yang harus ditulis, karena tema/pesan itu sifatnya abstrak. Yang harus diperhatikan adalah bagaimana seseorang mau menuliskan apa-apa yang ada dalam obsesi benaknya. Tulis aja, tanpa harus takut bertema apa nanti puisinya.
e. Usahakan menulis dengan tanpa ada rasa beban, mengalir cair saja seperti air dalam sungai. Jadi seseorang menulis puisi itu, tanpa harus memilih tema, tempat dan waktu, dalam menulis. Kapan saja, dan di mana saja bisa menulis puisi.
Nah…. ternyata menulis puisi itu gampang sekali. Lantas mengapa kita tidak
menulis puisi? Mari menulis puisi!
Baca Puisi
Baca puisi, adalah wilayah dalam kategori membaca indah itu, ternyata tidak semudah dilakukan oleh seseorang. Apalagi bagi orang yang awam, dan tak pernah naik panggung. Bagi mereka mungkin sulit, tapi tidak bagi mereka yang sudah terbiasa membacanya. Membaca puisi, selain sebagai jenis membaca indah, juga merupakan salah satu kegiatan apresiasi sastra.
Apresiasi sastra dapat diartikan sebagai usaha pengenalan dan pemahaman yang tepat terhadap karya sastra, sehingga menimbulkan kegairahan terhadap sastra tersebut. Apresiasi sastra juga dapat menciptakan kenikmatan yang timbul sebagai akibat pengenalan dan pemahaman terhadap sastra. Sedangkan salah satu bentuk apresiasi sastra adalah dengan cara membaca puisi. Karena dengan membaca puisi seseorang akan dapat kenal dan paham, serta menimbulkan gairah, serta kenikmatan terhadap perilaku kehidupan seseorang.
Mengapa demikian? Karena pembaca akan menangkap keindahan, kemerduan bunyi, serta mungkin pesan-pesan moral yang terdapat dalam sastra, sehingga nurani-nya tersentuh, yang pada akhirnya perilaku kehidupan sehari-hari seseorang tersebut akan juga berubah ke arah yang lebih baik.
Sedangkan untuk menghasilkan pembacaan puisi yang baik dalam suatu performance art ada beberapa syarat, di antaranya adalah:
1. pertama yang harus dilakukan seorang pembaca puisi adalah mengetahui lebih dulu interpretasi: penafsiran dari isi puisi tersebut, baru kemudian
membacanya.
2. artikulasi: tekanan kata, yaitu mengucapkan kata secara tepat dan jelas atau pelafalan harus benar;
3. volume : lemah dan kerasnya suara (usahakan suara asli pembaca dan suara tidak dibuat-buat);
4. tempo : pengucapan cepat dan lambatnya suara disesuaikan dengan isi puisi;
5. modulasi : mengubah suara dalam baca puisi;
6. intonasi : tekanan dan lagu kalimat;
7. teks puisi: dalam baca puisi, seharusnya teks puisi yang dibaca tidak menutup wajah pembaca, dan bahkan jika bisa teks tersebut bisa dijadikan alat/sarana akting.
8. akting : usahakan dalam baca puisi tidak terlalu banyak gerak, sehingga tidak
over-acting.
Selain aspek yang telah saya kemukakan di atas, perlu pula seorang pembaca puisi mempunyai penampilan seni (performance-art), artinya seorang pembaca puisi tidak harus bersikap sempurna seperti tentara akan baris, tapi usahakan juga berakting dengan indah, melalui gerak tangan dan kaki, ekspresi muka, dan lain sebagainya. Lantas mau memanfaatkan stage atau panggung yang ada di sekitarnya.
Dalam hal ini biasanya disebut sebagai teknik menghidupkan suasana atau mood, agar bacanya menjadi intelligible (yang dapat dimengerti, mantap dan meyakin-kan bagi pendengar/audiens), dan audible (dapat didengar dengan jelas pelafalan bacanya) , dan kemudian isi puisi yang disampaibacakan tersebut bisa ditangkap oleh penonton..
Dari uraian di atas, tampaknya membaca puisi memang gampang. Tapi sebenarnya tak semudah yang kita omong-bicarakan. Apalagi bagi seorang pemula di dunia panggung atau hiburan, semacam baca puisi yang dihadiri banyak penonton. Ayo kita coba baca puisi berikut ini:
SURABAYA AJARI AKU TENTANG BENAR
oleh: aming aminoedhin
Surabaya, ajari aku bicara apa adanya
Tanpa harus pandai menjilat apa lagi berlaku bejat
Menebar maksiat dengan topeng-topeng lampu gemerlap
Ajari aku tidak angkuh
Apa lagi memaksa kehendak bersikukuh
Hanya lantaran sebentuk kursi yang kian lama kian rapuh
Surabaya, ajari aku bicara apa adanya
jangan ajari aku gampang lupa gampang berdusta
jangan pula ajari aku dan warga kota, naik meja
seperti orang-orang dewan di Jakarta
Surabaya, ajari aku jadi wakil rakyat
lebih banyak menimang dan menimbang hati nurani
membuat kata putus benar-benar manusiawi
menjalankan program dengan kendaraan nurani hati
Surabaya ajari aku. Ajari aku
Ajari aku jadi wakil rakyat dan pejabat
tanpa harus berebut, apa lagi saling sikut
yang berujung rakyat kian melarat kian kesrakat
menatap hidup kian jumpalitan di ujung abad
tanpa ada ujung. tanpa ada juntrung
Surabaya memang boleh berdandan
Bila malam lampu-lampu iklan warna-warni
Siang, jalanan tertib kendaraan berpolusi
Senja meremang, mentarinya seindah pagi
Di antara gedung tua dan Tugu Pahlawan kita
Surabaya ajari aku. Ajari aku bicara apa adanya
Sebab suara rakyat adalah suara Tuhan
Kau harus kian sadar bahwa berkata harus benar
Dan suara rakyat adalah suara kebenaran
Tak terbantahkan. Tak terbantahkan!
Surabaya ajari aku tentang benar. Tentang benar!
Surabaya, 21 November 2005
aming aminoedhin
DI MANA MEREKA SEKOLAH
desa temanku tenggelam sudah
tak ada lagi tanaman hijau
tinggal kini terlihat atap-atap rumah
tampak seperti mengigau
igauan suaranya perih
atap-atap rumah seakan merintih
dari lumpur yang membuat hancur
hingga beribu penghuninya kabur
desa temanku tenggelam sudah
aku tak tahu ke mana mereka pindah
di mana mereka kini sekolah
Sidoarjo, 12/2/2008
aming aminoedhin
AKU LUPA MENGAJI
Pada musim kemarau
rumput-rumput di tanah lapang
mengering. Daun di pepohonan kering
Angin terlalu kencang
menerbangkan debu dan layang-layang
layang-layangku nan gagah terbang
diulur panjangnya benang
Hati ini jadi riang
bermain layang-layang
hingga aku lupa
belajar mengaji
di mushola
Barangkali aku berdosa
lantas aku berjanji dalam hati
tak mengulangnya di esok hari
Mojokerto, 1999
aming aminoedhin
JENDELA DUNIA
Almari Bapakku dipenuhi buku
kata Ibu, semua buku-buku itu
adalah jendela dunia
jika aku mau baca
segala ilmu akan kusua
Ternyata benar, kata Ibu
selepas buku-buku kubaca
dunia tampak ada di sana
ada yang hitam dan putih
ada yang senang dan sedih
Jadi kawan!
bacalah buku agar kau
bertemu segala ilmu
Baca dan bacalah buku
karena buku adalah jendela dunia
sejuta ilmu pasti kau sua
Mojokerto, 19/10/1999
aming aminoedhin
BERJAMAAH DI PLAZA
kata seorang kyai, belajar ngaji
adalah amalan yang patut dipuji
dan sholat berjamaah
dapat pahala berkah
berlipat-lipat jumlah
tapi kenapa banyak orang
belajar nyanyi, belajar tari
dan baca puisi?
tapi kenapa banyak orang berjamaah
hanya di plaza-plaza
hamburkan uang berjuta-juta?
adakah ini dapat dipuji, dan
adakah plaza menyimpan pahala
berlipat ganda?
ah… barangkali saja, plaza-plaza
telah jadi berhala baru
yang dipoles gincu
begitu indah
dan banyak orang ikut berjamaah
Surabaya, 1992
Membaca puisi, yang merupakan cabang seni membaca indah, memang tidak mudah, yang pasti diperlukan latihan-latihan yang lebih intens lagi. Pembaca yang baik, adalah yang sudah terbiasa di atas pentas, sehingga tidak ada lagi kata demam panggung.
Terakhir, bahwa menulis dan membaca puisi itu ternyata gampang, lantas mengapa kita tak mencoba menulis puisi, kemudian membacakannya sendiri? Ayo kita coba!
Drs. M. Amir Tohar, lebih banyak dikenal dengan nama aming aminoedhin
Desaku Canggu, 19 November 2008
DAFTAR PUSTAKA
Aminoedhin, Aming. 2000. Apresiasi Sastra Lewat Baca Puisi, Surabaya: Jurnal
Gentengkali
Endraswara, Suwardi,. 2002. Metode Pengajaran Apresiasi Sastra, Yogyakarta:CV
Radhita Buana
Nadeak, Wilson. 1985. Pengajaran Apresiasi Puisi, Bandung: CV Sinar Baru
Poerwadarminta, WJS. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN Balai
Pustaka
Sudjiman, Panuti. 1986. Kamus Istilah Sastra, Jakarta: PT Gramedia
Tjahjono, Tengsoe. 2000. Membidik Bumi Puisi, Surabaya: Penerbit Sanggar Kalimas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar