Rabu, 03 Agustus 2011

MALSABARU - MALAM SASTRA BAGI GURU

OEMAR BAKRI BACA PUISI
Catatan: Aming Aminoedhin

Guru atau para pendidik, yang oleh Iwan Fals dipredikati sebagai Oemar Bakri, baik guru PAUD, TK, SD, SMP/SMA maupun para dosen; adalah sosok seorang yang selalu jadi panutan bagi para siswa dan mahasiswa. Semua yang diajarkan kepada para siswa dan mahasiswanya, selalu saja akan dijadikan semacam pembelajaran dan pengetahuan yang sangat berguna bagi mereka untuk menjalani hidup dan kehidupan ini.
Sejalan dengan hal tersebut di atas, dalam rangka memeringati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), 2 Mei 2011; Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS) bekerja sama dengan UPT Pendidikan dan Pengembangan Kesenian (Dikbangkes) – Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, memrakarsai kegiatan “Malam Sastra Bagi Guru” atau disingkat “Malsabaru 2011.”
Beberapa guru yang kreatif dalam penulisan sastra, khususnya puisi, memang kurang mempunyai wadah untuk berekspresi guna memasyarakatkan karya-karyanya. Sedangkan kegiatan ini, diharapkan mampu menjadi wadah berekspresi, sekaligus aktualisasi diri; bahwa guru tidak hanya mengajar di ruang kelas, tapi juga bisa tampil dalam forum sastra berskala Jawa Timur bertempat di kota Surabaya.
Kegiatan ini, di samping memberi apresiasi bagi guru yang selama ini telah menulis sastra, khususnya puisi/gurit, juga mengajak mereka untuk tampil dan diskusi dalam satu forum kegiatan baca puisi bagi guru seluruh Jawa Timur, bertajuk “Malam Sastra Bagi Guru atau Malsabaru” di UPT Pendidikan dan Pegembangan Kesenian, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur; juga merupakan sosialisasi sastra kepada para peserta didik, sekaligus masyarakat sastra Jawa Timur.
“Malsabaru 2011” ini dimaksudkan untuk memberi wadah kepada para guru kreatif yang menulis sastra, khususnya puisi/gurit, dan sekaligus memasyarakatkan dan meningkatkan apresiasi sastra, di kalangan guru, para siswa dan mahasiswanya yang akan ikut melihat tampilan para guru dan dosennya, membaca karya-karya mereka sendiri.
Kegiatan ini sekaligus ikut memeriahkan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2011 dan menunjukkan kepada masyarakat sastra, bahwa kota Surabaya dan Jawa Timur mempunyai kekhasan dalam mewadahi para guru berkreasi dan berekspresi, dengan cara membaca puisi dan geguritan (puisi berbahasa Jawa).
Ada pun para peserta Malam Sastra Bagi Guru (Malsabaru) 2011 yang diundang adalah para guru; baik PAUD, TK, SD, SMP, SMA, dan Dosen; atau penyair yang setidaknya pernah menjadi guru atau dosen di sebuah lembaga-lembaga sekolah tersebut.
Ucapan permohonan maaf tak terhingga jumlahnya, apabila tidak semua guru, dan penyair yang guru bisa terundang dalam acara Malsabaru 2011 ini. Itu hanyalah karena keterbatasan Panitia, guna mendapatkan referensi secara keseluruhan di seluruh Jawa Timur ini. Tapi itikad yang dipompakan (sebenarnya) adalah akan mengajak semua para guru kreatif, guna unjuk kebolehan menulis dan membaca sastra di depan publiknya.
Kekurangan dan kelemahan adalah sifat manusia, maka jika dalam penerbitan, penyelenggaraan pentas terasa kurang dan lemah, adalah wajar semata. Tapi puisi telah ditulis dengan matahati oleh para Oemar Bakri. Percayalah!
Ucapan terima kasih berjuta, kami sampaikan kepada semua rekan guru, dan penyair yang pernah jadi guru; yang telah ikut mendukung atas terbitnya buku ini.
Terakhir, kepada para Oemar Bakri, selamat untuk tampil membaca guritan dan puisi, yang dijadwalkan selepas Lebaran 2011 nanti. Saran dan kritik konstruktif bagi tumbuhkembangnya sastra, akan kami terima dengan tangan terbuka, dan hati membunga. Salam sastra!


Aming Aminoedhin, koordinator Malsabaru

Senin, 01 Agustus 2011

surabaya-ku surabaya-mu

Dialog dengan Dimas Pram soal:
TARI dan WISATA JATIM 2011
Oleh: Aming Aminoedhin

Suatu siang yang panas, di halaman Taman Budaya Jawa Timur, yang letaknya di Jalan Gentengkali 85 Surabaya, para pekerja seni sedang menyiapkan panggung pentas ‘Pergelaran Periodik Musik’ untuk malam harinya. Malam itu, kata Bambang Jazz, seorang karyawan TBJT, mengatakan bahwa malam nanti (Sabtu, 19/2/2011) ada pergelaran musik hadrah, kuntulan, dan kundaran angklung caruk, garapan komposer Sunardiyanta, asal Banyuwangi.
Bukan pentas kuntulan dan kundaran angklung caruk yang akan saya ceritakan dalam tulisan ini, tetapi persoalan tari, yang kebetulan siang itu, di bawah pohon sono nan rindang sambil merolok dan minum kopi, saya bertemu untuk berbincang-panjang dengan sang penata tari kenamaan Jawa Timur, Dimas Pramuka.
Setelah ngalor-ngidul bicara soal perkembangan seni Jawa Timur pada umumnya, lantas sampailah pula bicara soal yang spesifik seni tari. Dimas Pram, panggilan akrabnya, punya ‘Sanggar Tari Gito Maron’ sejak tahun 1987. Sungguh sebuah pergulatan seni tari yang tanpa henti, katanya, di sela makan nasi bungkus yang biasa disebut sebagai ‘sega kucing’ itu. Menu ‘sega kucing’ adalah menu makan siang yang cukup disukainya, katanya, sambil melipat kertas bungkus nasi yang telah habis disantap, lantas dibuang ke tempat sampah. Menenggak tuntas teh manis, lantas menyulut rokoknya.
Tidak Masuk 10 Besar
“Perjalanan saya telah panjang di ranah seni yang satu ini, bahkan saya pernah meraih sebagai koreografer tari terbaik tingkat Nasional 2006 dan 2010. Tapi kenapa?” Dimas Pram meneruskan dialognya, “Garapan saya tidak masuk sepuluh besar pada festival garapan tari bedhoyo Jawa Timuran 2010 lalu.”
“Ada apa?” Sebuah tanya yang barangkali yang tak terjawab hingga kini.
Sementara beberapa pimpinan sanggar tari dari beberapa daerah di Jawa Timur, yang kebetulan dekat dengannya, juga bertanya, “Lho kok sampeyan tidak masuk sepuluh besar?”
Dari beberapa pertanyaan teman inilah yang terus mengiang-ngiang di telinga Dimas Pram, yang punya nama lengkap Dimas Pramuka Admaji tersebut. Inilah yang kemudian memacu lelaki kelahiran Tulungagung, 21 Maret 1963 ini, terus menggarap dan membuat tarian bertajuk “Bedhoyo Maja Kirana”dengan mengambil berbagai referensi buku-buku tentang Majapahit. Setelah jadi dalam bentuk gelaran tampilan tari, ternyata cukup mendapatkan apresiasi yang sangat positif dari penikmat dan masyarakat tari Jawa Timur. Tari garapan baru ini, bahkan telah digelarpentaskan untuk launching produk Taman Budaya Jawa Timur( TBJT), beberapa waktu yang lalu, dan mendapat sambutan yang meriah undangan hadir. Tari ini digelar pula di Hotel Tunjungan Surabaya dan juga di Jakarta, akhir bulan Januari 2011, dengan mendapatkan apresiasi yang cukup melegakan hati.
Dimas Pram, telah malang-melintang di ranah seni tari ini memang cukup panjang, bahkan pernah beberapa kali mementaskan tari garapannya di berbagai negara, seperti: Belanda, Jepang, Malaysia, Singapura, Hongkong, Australia, London - Inggris,
Brunei Darussalam, Thailand, Spanyol, Korea, Jerman, Calledonia, Perancis, dan Yunani. Beberapa garapan tarinya bertajuk: Egol Manis (1985), Pego Sari (1986)Sekar Giri, Maha Patih Ring Majapahit, dan Koncar Rancak (1987), Emprak (1988), Rampak Iring (1989), Santren (1993), Huru-hara Ereng-ereng Merapi (1994), Lenggang Surabaya (1995), Praben Madura, Merak Timur (2000), Nusantara (2003), Candra Dewi (20045), Geleng Room (2006), Kembang Dogder, Bedhoyo Kuas (2007), Umbul-umbul Kerapan (2009), Kembang Pegon (2010), dan terakhir 2011 menciptakan “Bedhoyo Maja Kirana”.

2011 Tahun Kunjungan Wisata Jatim

Lepas dari persoalan tidak masuknya garapan tari bedhoyo Jawa Timuran karya Dimas Pram, pada festival tari tahun lalu; yang pasti tahun ini adalah tahun kunjungan wisata di provinsi kita, tandasnya, sambil mengepulkan asap rokok dari mulutnya.
“Jika saja pembaca Kompas sempat mampir Surabaya tahun ini, maka bisa melihat objek wisata yang banyak jumlahnya, seperti: Kebun Binatang Wonokromo, Museum Monumen Kapal Selam, Cagar Budaya Tugu Pahlawan, Balai Pemuda, Taman Budaya, Gedung Nasional Indonesia (GNI), lantas melihat jembatan Suramadu (Surabaya – Madura), Museum Mpu Tantular (Sidoarjo), dan sebareg lainnnya. Di samping itu, agak jauh sedikit (sekitar 55 KM) ke arah Barat, bisa berkunjung ke Mojokerto, melihat dari dekat situs sisa peninggalan Kerajaan Majapahit yang dahsyat. Selain adanya museum, di seputaran Trowulan - Mojokerto, ada juga Candi Brahu, Bajang Ratu, Wringin Lawang, dan Candi Tikus; yang tentunya agak lain dengan candi-candi lainnya. Terbuat dari batu bata merah, indah mempesona. Tak percaya boleh datang, ke Surabaya.” Demikian keterangan Dimas Pram bernada promosi, di sela rokoknya yang tetap mengepul dari mulutnya.
Mau belanja di Surabaya, tanya Dimas Pram bersemangat, juga banyak mall-mall yang bertebaran, dan jangkung-jangkung gedungnya. Sebut saja, City of Tomorrow (Cito), Royal Plaza, Darmo Trade Centre, Town Square Surabaya, Tunjungan Plaza, BJ Junctions, Hichtex Mall, Pakuwon, Galaxy Mall, dan masih banyak lagi.
Tahun 2011 ini di Jawa Timur telah dicanangkan sebagai ‘Tahun Kunjungan Wisata Jatim,’ dan sejalan dengan hal itu, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata - Jawa Timur (DKP-JT), melalui UPT Taman Budaya akan menggelar berbagai pergelaran periodik musik, wayang kulit, dan ludruk. Secara jadwal, Dr. H. Jarianto, M.Si, sebagai Kepala DKP-JT telah mencantumkan agenda acara setahun penuh di dalam undangan yang telah disebar kan. Pergelaran ini semua gratis, tanpa harus membayar karcis.
Tanggal 12 Maret 2011 ini, di Pendapa Taman Budaya Jawa Timur akan ada ‘Pergelaran Seni Tari Pergaulan’ dengan menampilkan parade tayuban yang berasal dari Tuba, Tulungagung, Nganjuk, dan Malang. Gratis untuk ikut bertayuban-ria di acara ini. Silakan datang, dan ikut berjoget, kata Pram menambahkan. Sedangkan 8 Maret 2011, besok lusa, katanya saya akan tampil di Istana Negara Jakarta, menampilkan karya lama saya bertajuk “Geleng Ro’om” (2006) untuk menjamu tamu negara.
Tahun ini, katanya, ada 5 pergelaran musik di Pendapa TBJT, Suradiyanta - Banyuwangi (19/2), Kukuh - Surabaya (30/4), Subiyantoro – Sidoarjo (21 Juni 2011), Hadi Simphony – Surabaya ( 13 November 2011), serta Wandi dan Pambuko – Sidoarjo (29 Oktober 2011).
Semementara itu, jadwal pergelaran periodik wayang kulitnya, ada 11 tampilan, diawali 12/2/2011 lalu, menampilkan Joko Widodo dalang asal Ngawi dengan lakon ‘Sang Kakrasana.’ Selanjutnya akan tampil dalang Ki Hadi Suparto - Mojokerto (19 Maret 2011) dengan lakon ‘Begawan Dewa Ndaru.’
Memasuki bulan April 2011, agak beda, sebab ada dua pergelaran wayang kulit yang akan digelar. Pertama tampilan dalang Ki Winarto – Magetan, melakonkan ‘Dewa Ampral’ (15/4), dan Ki Ardi Poerboantono – Malang tampil dengan lakon ‘Sang Rama Bargawa’ (30/4) nanti. Bulan Mei, Juni, dan Juli; masing-masing akan tampil satu pergelaran wayang kulit, yaitu: Ki Puguh Prasetyo – Gresik menampilkan ‘Sityamaja Tumurun’ (21/5), Ki Siswantoro – Kediri lakon ‘Banjaran Bima’ (18/6), dan Ki Suparno Hadi – Gresik menggelar lakon ‘Pesona Sang Bidadari Saraswati’ (16/7). Bulan Agustus yang merupakan bulan kemerdekaan tahun ini, kebetulan adalah bulan puasa, sehingga tidak ada tampilan pergelaran wayang kulit. Sedangkan bulan September, Oktober, November, dan Desember 2011, akan tampil masing-masing dalang asal Jember, Ponorogo, Tuban, dan Sidoarjo. Mereka itu adalah Ki Andik Ferry Bisono dengan lakon ‘Pendawa Boyong’ (17/9), Ki Dudut Sediono menggelar lakon “Gathutkaca Tiyoso’ (15/10), Ki Dimas Bayu Aji Nugroho tampilkan ‘Gandhamana Tundhung’ (19/11), dan Ki Suwardi melakonkan cerita ‘Bisma Parwa’ (10/12).
Kesenian tradisi yang merupakan ikon kota Surabaya dan Jawa Timur adalah kesenian ‘ludruk.’ Tidak heran jika Dinbudpar Jatim, tidak melupakan pentas ludruk secara periodik pula. Tampilan pertama, ludruk Budi Wijaya – Jombang, tampilkan ‘Babat Tunggorono’ (26/2) yang lalu. Lantas tampilan Warna Jaya – Sidoarjo, tampilkan ‘Kabut di Lereng Gunung Penanjakan’ (25/3), dilanjutkan hari berikutnya, tampilan ludruk RRI Surabaya mengusung lakon ‘Tragedi Bumi Rungkut’ (26/3).
Pergelaran bulan-bulan selanjutnya, ludruk Suromenggolo – Ponorogo, tampilkan ‘Asal-usul Reog Ponorogo’ (23/4). Lakon ‘Bandit Blandong’ akan ditampilkan ludruk Wahyu Budaya – Lamongan (28/5), ‘Maryati Gila’ oleh ludruk Merdeka –Jember (9/6), dan lakon ‘Dendam Membara’ oleh ludruk Bintang Baru – Jombang (9 /7).
Seperti juga halnya pergelaran wayang kulit, ludruk pun tidak digelar pada bulan Agustus 2011 ini, karena pada bulan suci Ramadhan, diharapkan masyarakat seni lebih mengutamakan peningkatan keimanannya. Lebih banyak ibadah, dan beramal shalih, kata Bambang Jazz, salah seorang petugas di Taman Budaya.
Melangkah pada bulan September, Oktober, November, dan Desember 2011, ludruk yang kan tampil adalah: Subur Budaya – Malang dengan lakon ‘Selor Pancuran’ (24/9), ludruk Armada – Malang mengangkat cerita ‘Putri Guwo Buring’ (22/10), Timbul Jaya – Probolinggo melakonkan ‘Brandal Gunung Anyar’ (26/11), dan terakhir ludruk Karya Budaya – Mojokerto menyuguhkan lakon ‘Pasir Kali Brantas’ (23/12).
“Sekali lagi, semua pergelaran yang ditampilkan di Pendapa Taman Budaya Jawa Timur, yang kebetulan hampir semuanya di hari Sabtu malam Minggu itu, adalah gratis tidak bayar. Artinya, bagi yang kebetulan mampir Surabaya pada jadwal tersebut di atas, maka selayaklah untuk hadir dan melihat dari dekat tampilan kesenian tradisi Jawa Timur yang digelar itu. Percayalah, ada pesona di setiap tampilannya! Selamat untuk menata dan menjadwalkan hari yang pas, guna berkunjung ke Surabaya!”
Lagi-lagi Dimas Pram berpromosi, sambil mengakhiri perbincangan siang yang panas itu, dan mengakhiri pula isapan rokoknya yang telah kesekian kali.***


Surabaya, 5/3/2011