Senin, 20 Oktober 2008

Syair Nyanyian Leo Kristi tentang "Surabaya"

TEPI SURABAYA
nyanyian leo kristi

Betapa sepi.... seorang nenek....
Sendiri......
Di tepi.... lalu coba....menyapa
Lewatnya hari, kota lama ini
Terlewat tak berakar kaca-kaca miskin jiwa

Tepi-tepimu Surabaya
Di mana kita mulai semua ini
Gema nyanyian pahlawan
Kini jadi nyanyian wayang
Tepi-tepimu oh.. Surabaya
Gelap turun bagi jalan perempuan tua

Nenek bukalah pintu yang kuketuk
Tapi tidak dengan air matamu
Hidup selalu berubah lewat pasang surut Kalimas
Sinar lentera dalam kabut tipis
Belum juga mati menjelang pagi
Sinar lentera berkedip-kedip
Tidak juga mati menjelang pagi


ditulis kembali: aming aminoedhin
20 Oktober 2008



SURABAYA
nyanyian leo kristi

engkau keras dan sombong
engkau kasar dan angkuh
tatapan penuh nafsu
keringatku bercucuran di deretan rel-rel
keringatku bercucuran di deretan bordil
keringatku bercucuran di deretan palka
keringatku bercucuran di bordes trem-trem
kota

ketika kau hadap matahari senja
keringatku sirna oleh desir anginmu
Surabaya …… Surabaya ……. Surabaya…….
Aku cinta kau!

Hey bangun dan berdiri
Nyanyikan tidurmu matahari
Surabaya …….. oh.. Surabaya…… oh.. Surabaya……
Surabaya …….. oh.. Surabaya…… oh.. Surabaya……
Hey bangun dan berdiri
Nyanyikan tidurmu matahari


ditulis kembali: aming aminoedhin
20 Oktober 2008



OH… SURABAYA
nyanyian leo Kristi

Dengar tuter dan tuter
mesin-mesin berbunyi riuh-riuh
Roda-roda berputar
Dari pagi ke pagi
Tiada pernah berhenti
Tiada pernah berhenti

Siapkan ransel, gitar dan tenda
Ke luar kota pergi bersama
Tinggalkan asap kotor
yang membubung tinggi ke udara
kotamu oh……Surabaya

Oh…. Surabaya……oh… Surabaya….. oh… Surabaya
Aku dibesarkan riang
Tempatku dibesarkan senang oh… Surabaya
Tata…..ta…ta……Tata…..ta….ta…..Tata…. ta…ta….oh…..

Kulihat surya di timur
Burung-burung bernyanyi riang….riang…..
Bangau terbang berarak
Pucuk Randu merekah
Awal musim panas tiba
Awal musim panas tiba
Ka…ka….ka…..ka….ka…..ka…..ka……
Ka..ka...ka...ka...ka...ka....
Ka..ka...ka...ka...ka...ka....
Ka..ka...ka...ka...ka...ka....
Oh..ye...oh.. ye ...!!
Oh…ye…..oh….ye…….!!!!

ditulis kembali: aming aminoedhin
20 Oktober 2008




SURABAYA BERNYANYI
nyanyian leo Kristi

Lek....! bulannya tunggu lek!
di sisi bunga-bunga enceng
Lek....! bulannya tunggu lek!
di sisi bunga-bunga enceng
kampung kemesraan lek!

Burung-burung kecil selesaikan sarang
Di pucuk –pucuk tangkai ilalang
Aha..... haa.....
Duka... duka istri dalam semalam
Cet...cet... cowet hingga pagi datang

Ke mana mereka pergi
Kembangkan sayap-sayap kecil dan sendiri
Semangat dan rasa terus mengalir
Semangat dan rasa terus mengalir jauh.....

Jongkok... pasar ...tiga kartuku berjajar
Nyari aku pada dipilih
Dengan segala tipumu
Anak manusia yang semakin jauh

Tembok-tembok kepala
Tembok-tembok telinga
Tembok-tembok mata memandang
Malam.............

Lihat jalan layang
Lampu-lampu neon jalanan
Lampu-lampu bintang dan bulan
Lampu-lampu pesawat terbang
Malam........!!!!!

Lihat jalan layang
Tembok-tembok kepala
Tembok-tembok telinga
Tembok-tembok mata memandang
Malam.............

Lintas jalan layang
Di mana terbang lepas... derita....
Lintas jalan layang
Tote lete ......Tote lete..........da...da... litata....
Tote lete ......Tote lete.......da...da....litata.......

Semangat dan rasa
Terus mengalir
Terus mengalir jauh

O...ooo....oooo....oooo....oooo!!!
O....ooo....oooo....oooo....oooo!!!
Anak-anak senyum dan bernyanyi
Di bawah pandan dan duri
Tatap hidup dan mati
Di hari kampung kemesraan
Sekitar jalan layang ke taman Walikota
Tatap hidup dan mati.... berani!
Surabayaku bernyanyi.....bernyanyi
Tatap hidup dan mati.... berani!
Surabayaku bernyanyi ..bernyanyi
O.....leya.........leyo!


ditulis kembali: aming aminoedhin
22 Oktober 2008

Jumat, 10 Oktober 2008

arek tivi tayang tadarus puisi

AREK TELEVISI BERTADARUS PUISI
Oleh: Aming Aminoedhin

Penghujung bulan Ramadhan 1429-H lalu, saya rekaman tadarus baca puisi dan guritan bersama rekan-rekan penyair dan penggurit Surabaya, dan Jawa Timur. Mereka antara lain: M. Shoim Anwar, Aming Aminoedhin, Suharmono Kasijun, Bonari Nabonenar, AF Tuasikal, R. Giryadi, Budi Palopo, Widodo Basuki, Suko Widodo (Dosen Unair), Priyo Budi Santoso (anggota DPR-RI), dan Imung Mulyanto (yang jadi juragane Arek Teve).

Ide Tadarus dari Istri

Ide tentang “Tadarus Puisi” ini, berawal saat saya bersama istri berbincang tentang acara “Para Kyai Baca Puisi” yang pernah saya gelar di Festival Seni Surabaya 2006 lalu. Kegiatan itu, banyak mendapat respons positif dari masyarakat. Penontonnya pun saat itu, meluber memenuhi Gedung Balai Pemuda Surabaya. Lantas, secara iseng saya punya ide buat acara “Tadarus Puisi” di televisi.
“Mengapa tidak!” kata istri saya.
Lantas ide itu saya tulis dalam pesan singkat (sms) ke Imung Mulyanto, yang punya Arek Teve. Ternyata jawaban yang saya terima adalah masih didiskusikan dengan awaknya.
Nah... pada penghujung Ramadhan lalu, saya baru mendapat sms dari Sasetyo Wilutomo (awaknya Arek Teve), guna merealisasikan acara “Tadarus Puisi” itu dengan mengadakan rekaman.
Saya pun agak kelabakan, guna mengkontaks rekan-rekan penyair dan penggurit. Beberapa nama, antara lain: Akhudiat, Ida Nurul Chasanah, Adi Setyowadi, Mashuri, dan kawan-kawan lain; ternyata tidak bisa ikut tampil rekaman. Mereka sudah pada pulang, alias mudik ke kampungnya. Diat, pas ngisi pengajian; Ida telah mudik ke Tuban, dan Adi pulang ke Semarang.

Lepas Tarawih, Rekaman Tadarus Puisi

Meski hanya beberapa nama penyair dan penggurit, rekaman itu terap jadi dilaksanakan. Bersama rekan-rekan penyair dan penggurit. Rekaman tanggal 27 September 2008, direkam mulai lepas tarawih, hingga sahur hampir habis, alias imsak. Tepatnya, pukul 20.30. hingga 03.30 WIB. Tak hanya baca puisi dan gurit, tapi juga ada tampilan Kelompok Penyanyi Jalanan Surabaya, pimpinan Bokir Surogenggong itu.
Rekaman yang sampai parak pagi tersebut, dijadikan tiga episode tayangan. Tadarus puisi, tadarus geguritan, dan kemdudian kembali bertadarus puisi.
Sedangkan dialog pembahasannya oleh: Prof. Dr. Setya Yuwana Sudikan, M.A. dekan FBS dari Unesa Surabaya.
Acara ini direkam di halaman depan kantornya AREK Teve, tepatnya Rich Palace, Jalan Mayjen Sungkono, Surabaya. Barangkali cukup menarik acara rekaman ini, lantaran yang hadir di saat rekaman: Wawali Surabaya, Arief Affandi, dan ada juga Gus Ipul yang calon wakil gubernur Jatim itu.

Tayangan Tadarus Puisi Pukul 21.00. – 22.00. WIB.

Beberapa puisi, gurit dan lagu direkam yang kemudian ditayangkan dalam acara bertajuk “Tadarus Puisi”, tanggal 2, 3, dan 4 Oktober 2008. lalu. Tadarus puisi , tadarus guritan, dan kemudian kembali bertadarus puisi.
Ada yang menarik dalam acara ini, sebab acara bertajuk “Tadarus Puisi” yang seharusnya tayang sewaktu masih Ramadhan, terpaksa tayang usai lebaran. Ini lantaran harus melalui perjalanan editan-editan dari para awaknya AREK Teve. (amingamd)***

Kamis, 09 Oktober 2008

sajak-sajak surabaya

aming aminoedhin
SURABAYA I*

pasar kini telah berubah di sini
pasar adalah lampu-lampu iklan
di mana dagangan ditawarkan
lewat lampu-lampu iklan
yang gemerlap tinggi mencuat
aku hanya bisa nelangsa menatap
orang-orang dimuntahkan oleh bis-kota
dan plaza-plaza bertingkat, dan
di kemudian hari ditelan kembali
dengan jumlah dan hitungan kian sarat

plaza-plaza bertingkat
kian semakin padat pengunjung
rumah-rumah ibadat
semakin kehilangan juntrung
oleh penghujung

lupakah mereka?
Itulah soalnya aku bertanya

Surabaya, 1986


aming aminoedhin
SURABAYA II*

apa yang harus kutulis tentang surabaya
kecuali panas cuaca dan gerah suasana
pada setiap harinya, ketika
musim kemarau tiba

hari-hari melintas cemas
hidup kian semakin bergegas
ruang kehidupan kian pula terbatas
pada sudut-sudut kota
semakin pula sulit membedakan
antara waria dan kupu-kupu malam
antara tante girang dan lelaki
hidung belang

surabaya surabaya
orang semakin gampang
berkata mengulurkan tangan
demi mendapat pekerjaan
dengan sekedar uang imbalan

surabaya surabaya
menjadi kabur batas bantuan
dan niat kepalsuan

lampu-lampu iklan
kian semakin gemerlapan
saling berebut ketinggian
saling berebut pasaran

surabaya surabaya
jalan-jalan semakin hijau
asap beribu mobil semakin kacau

surabaya musim kemarau
hanya debu ketergesaan semakin galau
segalanya berlalu tanpa batas
siapa menunggu kelak tergilas

lampu-lampu iklan
kian semakin gemerlapan
saling berebut ketinggian
saling berebut pasaran

surabaya musim kemarau
aku menatapnya semakin risau

Surabaya 1986


aming aminoedhin
LARUT MALAM SURABAYA*

mobil-mobil yang lintas jalan layang
seakan terbang tanpa sayap
lampu-lampu jalan layang
berjejer diam menyimpan penyap

bunga-bunga taman mayangkara
tidaklah terhitung lengkap
rumput-rumputnya hijau meluas
tanpa ada tersisa sampah-sampah membekas
dan pohonan hias menyejuk mata
di antaranya terselip cahaya
lampu-lampu merkuri menebar asri

lampu-lampu kota warna-warni
lampu-lampu mobil tak mau mati
kota tiada mau diam, meski jam
telah sampai larut malam

kota ini adalah buaya, yang
menelan segala perangkat teknologi
teknologi abad ini, tanpa
terseleksi (diseleksi?)

1989

aming aminoedhin
TAMAN SURYA BULAN PAHLAWAN*

malam ini tidak seperti biasanya
taman surya hanya sepi saja, anak-anak
dan orangtua mereka tak nampak
bermain di antara bunga-bunga

di dekat pintu pagar utama
ada terpancang baliho besar
memuat kobar semangat pahlawan
bagi siapa melihatnya

di luar pagar ada berjajar
sepuluh sang saka jumlahnya
berkibar karena angin menerpa

di antara bunga-bunga taman
kain rumbai berjuntai warna-warni
diterpa angin menderai
taman surya kian asri malam ini

penjual-penjual balon mainan anak
tidak juga kulihat di sana
spanduk slogan kepahlawanan
terpampang di atas baliho
dan di antara pepohonan hijau
meneriakkan pesan-pesan
pahlawan

lampu-lampu hias
di sekitar patung sudirman
menambah pantas tata-rias
di gelap malam kota pahlawan

pasukan kuning masih tampak setia
mengayun sapu lidinya malam ini
menyiapkan keindahan rasa setiap mata
sebelum parak pagi menjemput tiba

esok hari, adalah hari pahlawan
kita peringati bersama
kita adakan upacara bendera
melepas ikhlas doa
teruntuk sang pahlawan bangsa

taman surya malam hari pahlawan
semakin cantik berdandan
malam sepi di taman surya
semakin mengusik hatiku berkata
“pahlawan bangsa
tidak hanya mengangkat senjata
pasukan kuning dan sapu lidinya
guru dan rasa ikhlasnya, termasuk
di antara mereka.”


Surabaya, 9/11/1988

aming aminoedhin
TERMINAL LARUT MALAM*

malam selarut ini, pernah
kita terperangah harus ke mana arah
diputuskan?
sebab kita nyaris alpa
jika garis kencan malam telah habis
(mungkin kita alpa atau barangkali
kita melupakan garis tepi?)

kembali ke alamat semula
atau harus pulang
ke rumah pondokan?
(sulit menentukan batas pasti)

padahal kita tahu jika
pintu rumah keduanya
telah pasti tertutup rapi

pada malam selarut ini
lalu hanya bisa termangu-mangu
menghitung jam menunggu pagi
malam selarut ini
ke mana langkah kaki kita
diarahkan lagi?

malam selarut ini
kini aku sendiri di sini
sambil mengingat peristiwa lama
yang dulu merupakan dilema

malam selarut ini
hanya sisa kenangan tertinggal
lantas ada terminal dalam hati
kian terasa sepi

Surabaya, 1989

aming aminoedhin
GENTENGKALI SIANGHARI*

hari telah siang. ada rimis hujan jatuh sebentar
telah habis oleh mentari yang kembali membakar
ada perasaan riang. setelah sua dalam kabar
dengan perempuan berkacamata yang berbinar

cerita-cerita lama kembali digelar
seperti air yang mengalir terasa segar
cerita-cerita memilih artinya sendiri
pada kenangan yang masih sempat terpatri

ternyata pintu hati masih terbuka
untuk misteri bernama cinta
meski tertangkap samar, namun masih
terasa ada bergetar

Surabaya, 1989

sajak-sajak malsasa

beberapa sajak tentang surabaya
yang masuk dalam
kumpulan puisi malsasa


aming aminoedhin
SURABAYA AJARI AKU TENTANG BENAR

Surabaya, ajari aku bicara apa adanya
Tanpa harus pandai menjilat apa lagi berlaku bejat
Menebar maksiat dengan topeng-topeng lampu gemerlap
Ajari aku tidak angkuh
Apa lagi memaksa kehendak bersikukuh
Hanya lantaran sebentuk kursi yang kian lama kian rapuh

Surabaya, ajari aku bicara apa adanya
jangan ajari aku gampang lupa gampang berdusta
jangan pula ajari aku dan warga kota, naik meja
seperti orang-orang dewan di Jakarta

Surabaya, ajari aku jadi wakil rakyat
lebih banyak menimang dan menimbang hati nurani
membuat kata putus benar-benar manusiawi
menjalankan program dengan kendaraan nurani hati
Surabaya ajari aku. Ajari aku
Ajari aku jadi wakil rakyat dan pejabat
tanpa harus berebut, apa lagi saling sikut
yang berujung rakyat kian melarat kian kesrakat
menatap hidup kian jumpalitan di ujung abad
tanpa ada ujung. tanpa ada juntrung

Surabaya memang boleh berdandan
bila malam lampu-lampu iklan warna-warni
siang, jalanan tertib kendaraan berpolusi
senja meremang, mentarinya seindah pagi
di antara gedung tua dan Tugu Pahlawan kita

Surabaya ajari aku. Ajari aku bicara apa adanya
sebab suara rakyat adalah suara Tuhan
kau harus kian sadar bahwa berkata harus benar
dan suara rakyat adalah suara kebenaran
tak terbantahkan. Tak terbantahkan!

Surabaya ajari aku tentang benar. Tentang benar!

Surabaya, 21 November 2005


aming aminoedhin
BENAR-BENAR MABUK MABUK BENAR-BENAR

Surabaya, benar-benar mengajariku mabuk
Mabuk tak hanya benar-benar mabuk mansion dan wisky
Tapi juga mabuk segala silau oleh gemerlap lampu bagai mata pisau
Meski aku tahu, penuh tipu penuh gincu
Aku juga mabuk tentang sebentuk kursi
Membiarkan orang-orang sekitar jadi frustasi

Surabayalah yang mengajariku mabuk lupa mabuk berdusta
Setiap langkah hanya kealpaan dan kedustaan
Besliweran di otak dan kepala
Dosa hanya seperti fatamorgana

Memakan dan memamah hak orang
Adalah kerja keseharian
Bahkan hak seorang kawan, apalagi lawan
Adalah sah bagi pemabuk jagoan

Bicara hati nurani aku tak sanggup lagi
Kebenaran adalah mansion
Keadilan adalah wisky
Rakyat biarkan mlarat kesrakat
Asal aku tetap sehat tetap kuat membabat

Benar-benar mabuk, mabuk benar-benar
Karena kata salah telah patah
kata benar telah tawar
kata hati telah mati
kata kursi telah jadi mimpi
Aku benar-benar mabuk, mabuk benar-benar

Surabaya, benar-benar mengajariku mabuk
Mabuk tak hanya benar-benar mabuk mansion dan wisky
bahkan mabuk mencari kebenaran dan keadilan
di rimba beton kota ini
aku tak kuasa menemukan hingga kini.
Surabaya, benar-benar mengajariku mabuk
Benar-benar mabuk, mabuk benar-benar
aku tak temukan kata benar hakiki
aku tak temukan kata adil yang pasti

Surabaya, 14/06/2006

aming aminoedhin
MEMBACA BULAN MERDEKA
* antara ngawi-surabaya

sepanjang perjalanan berlubang
jutaan bendera merah putih berkibar
barangkali indah di mata indah di hati
tanda ulang tahun negeri ini terayakan
oleh semua rakyat semua pejabat
tanda negeri ini merdeka, tapi entah kesekian kali
tak juga menemukan solusi kata merdeka

sepanjang perjalanan bulan merdeka ini
ratusan pejabat masih berlaku bar-bar
gembar-gembor bersuara menebar mimpi-mimpi kita
sementara rakyat hanya diajak bersabar
tanpa menemukan solusi ke arah negeri merdeka
benar-benar merdeka

kehormatan memang telah dibuang
keyakinan & iman telah lekang
upacara hanya sekedar upacara
hanya sebuah nama, tanpa memberi harga
apa lagi memberi sebentuk makna arti. merdeka
hanya baru dalam kata, tak menyentuh
makna arti hakiki, selebihnya janji-janji
sebentuk imaji
atau mungkin mimpi-mimpi

seringkali mimpi bisa jadi misteri
asa tinggal hampa, lantaran merdeka
tak kunjung tiba juntrungnya. sedang pejabat
hanya mengajak tamasya angan ke jauh awan
tak tersentuh genggam tangan


sepanjang perjalanan bulan merdeka ini
aku bertanya, hari merdeka telah tiba
adakah berjuta kibar bendera menyentuh matabatin kita
membuka mata membuka daun pintu merdeka
benar-benar merdeka?

membaca bulan merdeka
adakah masih perlu upacara
jika pejabat masih tetap bejat makan duit rakyat?
masih adakah?

Surabaya, 17/8/2006


aming aminoedhin
MEMBACA SURABAYA


membaca surabaya membaca negeri kaya raya tak terhitung angka-angka. harapan dan impian seperti hampa bagi pemula. tapi tidak bagi yang terbiasa mabuk dengan mulut berbusa. omongan tanpa rambu tanpa jeda, tak bisa dibedakan mana benar mana dusta. semua sama semua tanpa beda. benar adalah fatamorgana, dan fatamorgana adalah kebenaran nyata. siapa sangka?

membaca surabaya membaca negeri penuh para psk *yang menjaja di sepanjang jalan raya. rumah-rumah bordil, dari dolly hingga sepanjang rel. negeri indah menabur maksiat, tanpa merasa bejat. tanpa merasa tersesat. meski hidup kian melarat, hidup kian kesrakat.

membaca surabaya membaca negeri penuh iklan warna-warni. menawarkan lampu iklan di sudut-sudut jalan kota. menawarkan ketakbenaran dalam kemasan kebenaran. menawarkan racun yang hanya gincu. menawarkan indah yang hanya semu.

membaca surabaya membaca negeri menawarkan dzikir di taman-taman, tanpa pernah tahu kapan dzikir itu sampai kepada Tuhan. sebab segala dzikir yang diucap hanya sebatas bibir, tanpa muatan keyakinan. bukan syiar tapi malah lebih disebut unjuk gelar kekuatan. mungkin bisa bermuatan politik atau mungkin mencari massa mengarah satu titik? mungkin?


ah…. membaca surabaya seperti membaca warna-warna. ada merah menyala semerah saga, ada hijau muda dan tua, ada kuning sekuning bendera, dan bahkan ada biru sebiru rindu kita, menemukan kebenaran dan keadilan bagi semua
tak ketemu juntrungnya

membaca surabaya aku tak tahan meneruskannya. barangkali kau bisa membuat sederet lagi
kenyataan tak masuk akal
kenyataan-kenyataan tak bermoral
yang ada di kotamu, surabaya?
barangkali…?


Surabaya, 7-7-2006